
Pantau - Program pembangunan sekolah berasrama modern yang diusung Presiden Prabowo Subianto memicu tren baru dalam dunia pendidikan Indonesia, dengan target ambisius membangun 100 sekolah berasrama setiap tahun.
Salah satu contoh nyata dari tren ini adalah SMA Unggulan Rushd di Sragen, yang didirikan oleh Achmad Zaky, mantan pendiri Bukalapak.
Sekolah Modern Non-Pesantren Jadi Alternatif Baru
Rushd menjadi simbol perubahan arah pendidikan berasrama di Indonesia karena mengusung pendekatan sekuler, menggunakan kurikulum Cambridge, dan berfokus pada pengembangan sumber daya manusia yang kompetitif secara global tanpa penekanan pada pendidikan agama.
Meski baru berdiri tiga tahun, sekolah ini telah aktif memanfaatkan media sosial dan menunjukkan potensi sebagai institusi unggulan.
Selain Rushd, sejumlah sekolah berasrama lain yang tidak berbasis pesantren juga ikut mencuat, seperti SMA Taruna Nusantara yang menekankan disiplin dan kepemimpinan, SMA Krida Nusantara yang fokus pada akademik dan karakter, Semesta Bilingual Boarding School yang mengusung pendidikan bilingual, serta Al Abidin Bilingual Boarding School di Surakarta.
Sekolah-sekolah ini mengombinasikan kurikulum nasional dan internasional, menawarkan fasilitas modern serta kegiatan ekstrakurikuler yang variatif.
Tujuan utama dari pembangunan sekolah-sekolah ini adalah untuk membuka akses pendidikan berkualitas bagi anak-anak kurang mampu.
"Program ini diharapkan dapat memutus rantai kemiskinan dengan menghapus beban ekonomi keluarga dalam proses pendidikan," jelas perwakilan Kementerian Pendidikan dalam keterangan resminya.
Jika program ini berjalan sesuai rencana, maka diperkirakan akan terjadi percepatan pertumbuhan sekolah berasrama non-pesantren di berbagai daerah.
Pesantren Hadapi Tantangan dan Peluang
Di sisi lain, pesantren tetap menjadi kekuatan penting dalam pendidikan nasional dengan keunggulan dalam penanaman nilai-nilai agama, pembentukan karakter moral, dan tradisi keilmuan Islam yang mendalam.
Namun, munculnya sekolah berasrama modern menjadi tantangan tersendiri bagi pesantren untuk beradaptasi.
Tantangan tersebut antara lain adalah kebutuhan untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum dan teknologi tanpa meninggalkan esensi keagamaan, peningkatan fasilitas agar tidak kalah bersaing, serta mengubah persepsi publik mengenai relevansi pesantren.
Sejumlah pesantren telah mulai mendirikan sekolah unggulan, baik secara terpisah maupun terintegrasi dengan sistem pondok lama.
Mereka tetap mempertahankan nilai-nilai dasar kepesantrenan sambil melakukan inovasi.
"Adaptasi dan inovasi adalah kunci agar pesantren tetap eksis dan berperan," ungkap salah satu pengasuh pesantren di Yogyakarta.
Diperlukan upaya aktif dari kalangan pesantren untuk mempromosikan keunggulan mereka dalam membentuk karakter dan keilmuan Islam, serta menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan lain baik di dalam maupun luar negeri.
Modal sosial dan historis pesantren yang kuat bisa dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk bertahan dan berkembang.
Sementara itu, tren sekolah berasrama modern dinilai sesuai dengan kebutuhan generasi muda saat ini yang menginginkan pendidikan unggul secara akademik, soft skills, literasi digital, kemampuan komunikasi lintas budaya, dan kepemimpinan global.
Kelas menengah baru di Indonesia kini melihat sekolah-sekolah ini sebagai investasi pendidikan jangka panjang.
Kehadiran sekolah berasrama non-pesantren tidak perlu dipandang sebagai ancaman, melainkan peluang kolaborasi.
Sekolah modern dapat belajar tentang nilai spiritual dan pendekatan humanistik dari pesantren, sementara pesantren bisa belajar manajemen dan inovasi dari sekolah modern.
Pemerintah dan pemangku kepentingan didorong untuk melihat kedua model ini sebagai pelengkap dalam sistem pendidikan nasional.
Dengan dukungan kebijakan, infrastruktur, dan sumber daya manusia, pesantren dan sekolah berasrama modern bisa tumbuh bersama untuk menjawab tantangan zaman.
Tujuan akhirnya adalah mencetak generasi unggul yang memiliki integritas, kompetensi, dan kepedulian sosial yang tinggi.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf