
Pantau - Pemerintah menyepakati sejumlah langkah penting untuk menyinkronkan data korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, sebagai bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023. Kesepakatan ini tercapai dalam rapat lintas kementerian dan lembaga yang digelar di Jakarta pada Jumat, 18 Juli 2025.
Fokus pada Sistem Data Terpadu dan Pemulihan yang Adil
Kesepakatan utama dalam rapat tersebut mencakup pembangunan sistem data terintegrasi antar-lembaga, penyusunan pedoman penetapan status dan klasifikasi korban, serta pemantauan berkelanjutan atas proses pemulihan.
Deputi Bidang Koordinasi HAM Kemenko Polhukam, Ibnu Chuldun, menekankan bahwa pendekatan administratif tidak cukup untuk menangani pelanggaran HAM berat.
"Sinkronisasi data merupakan langkah awal. Yang lebih penting adalah membangun kepercayaan para korban bahwa negara berpihak kepada mereka," tegasnya.
Ibnu menambahkan bahwa pemulihan harus diwujudkan melalui layanan nyata, bukan hanya bersifat simbolik.
Staf Ahli Bidang SDM dan Transformasi Digital Kemenko Polhukam, Supartono, menyatakan pentingnya sistem data digital yang andal, aman, dan bisa dipertanggungjawabkan lintas generasi.
Tantangan Identifikasi dan Perbedaan Klasifikasi Korban
Rapat yang dihadiri oleh Kemenko Polhukam, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Komnas HAM, dan LPSK ini bertujuan menyusun strategi pemulihan yang terstruktur, terukur, dan berorientasi pada keadilan bagi para korban.
Masing-masing lembaga memaparkan capaian dalam pengumpulan data selama lebih dari satu dekade.
Tenaga Ahli LPSK, Syahrial Martanto, menegaskan pentingnya akuntabilitas dalam perlindungan korban, yang dilakukan melalui verifikasi permohonan dan sidang pleno.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyoroti tantangan dalam proses identifikasi korban, terutama untuk kasus-kasus lama yang tidak dapat diatasi hanya dengan data administratif.
Ia menekankan bahwa narasi pengalaman korban juga merupakan bagian penting dari pengakuan negara.
Tantangan lainnya adalah belum adanya pengaturan normatif yang mengikat tentang mekanisme penetapan status korban, serta masih adanya perbedaan definisi dan klasifikasi korban antar-lembaga.
Menuju Basis Data Nasional yang Kredibel dan Inklusif
Sebagai tindak lanjut, pemerintah menyepakati tiga rekomendasi strategis:
- Pembangunan sistem data korban pelanggaran HAM berat yang terintegrasi antar lembaga.
- Penyusunan pedoman nasional penetapan status dan klasifikasi korban.
- Pemantauan berkelanjutan terhadap implementasi pemulihan oleh lembaga terkait sesuai Inpres 2/2023.
Data korban dan ahli waris yang telah dihimpun oleh seluruh kementerian dan lembaga akan menjadi langkah awal menuju satu basis data nasional yang kredibel dan inklusif.
Kesepakatan ini diharapkan menjadi simbol kehadiran negara dalam memenuhi hak-hak penyintas secara nyata, adil, dan bermartabat.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti