
Pantau - Suku Dinas Pendidikan Kota Administrasi Jakarta Selatan mencabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik tujuh siswa yang terlibat dalam aksi tawuran di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Kepala Satuan Pelaksana Pendidikan Kecamatan Pesanggrahan, Kosar, menyampaikan keputusan tersebut dalam konferensi pers di Polsek Pesanggrahan, Rabu (23 Juli 2025).
"Kami tangani anak-anak yang bersekolah. Artinya, yang terlibat dalam tawuran itu dengan sanksi yang sesuai dengan Peraturan Gubernur No 110 Tahun 2021 yaitu pencabutan KJP," ungkapnya.
Tujuh Anak Sekolah Terlibat, Tidak Ada Toleransi
Kosar menyebutkan terdapat tujuh anak yang masih berstatus pelajar yang akan dikenai sanksi pencabutan bantuan pendidikan karena terlibat tawuran.
"Karena mereka akan masih dalam proses belajar dan mereka yang melakukan tindakan kriminal sudah sesuai dengan aturan-aturan kami yaitu kami akan mencabut KJP-nya," tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa tidak akan ada negosiasi bagi pelajar yang melakukan tindak kriminal, khususnya di wilayah Jakarta.
Meski begitu, Kosar menyatakan bahwa setelah menjalani hukuman, KJP akan dikembalikan sesuai dengan hak-haknya.
Anak-anak tersebut juga akan diberikan bimbingan sesuai prosedur resmi yang berlaku.
Bagi pelajar yang kedapatan membawa senjata tajam dan melakukan tindakan kriminal, mereka akan diserahkan ke Balai Permasyarakatan (Bapas) untuk penanganan lebih lanjut.
Sembilan Pelaku Ditangkap, Tersangkut Banyak Pasal
Aksi tawuran terjadi di Jalan Palem, Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Minggu, 20 Juli 2025, sekitar pukul 01.30 WIB.
Kepolisian berhasil menangkap sembilan orang pelaku yang melakukan penyerangan terhadap warga.
Dua di antaranya merupakan pemuda dewasa, sementara tujuh lainnya masih di bawah umur.
Kelompok ini diketahui memiliki akun Instagram bernama @biangkerok69JKT yang dikelola oleh anak berinisial MNA.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 358 KUHP tentang penyerangan atau perkelahian yang menyebabkan luka berat atau kematian, dengan ancaman pidana hingga dua tahun delapan bulan.
Mereka juga dikenai Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam, dengan ancaman 10 tahun penjara.
Tidak hanya itu, para pelaku terancam Pasal 28 ayat 2 juncto 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena menyebarkan konten hasutan melalui media sosial.
Ancaman pidananya maksimal enam tahun atau denda hingga Rp1 miliar.
Mereka juga dikenakan Pasal 78C juncto 80 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang dapat dikenakan hukuman hingga 15 tahun penjara atau denda maksimal Rp3 miliar.
- Penulis :
- Arian Mesa