Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

KPU Siap Laksanakan Pemilu Terpisah Sesuai Putusan MK, Tunggu Regulasi Baru

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

KPU Siap Laksanakan Pemilu Terpisah Sesuai Putusan MK, Tunggu Regulasi Baru
Foto: Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Betty Epsilon Idroos (sumber: ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

Pantau - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia menyatakan kesiapannya untuk menyelenggarakan pemilu nasional dan daerah secara terpisah, mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Komisioner KPU RI, Betty Epsilon Idroos, menegaskan bahwa putusan MK tersebut tidak akan memengaruhi aspek teknis penyelenggaraan pemilu oleh KPU.

"Dari sisi penyelenggaraan, saya rasa enggak ada pengaruhnya," ungkapnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Pengalaman KPU Jadi Modal Laksanakan Pemilu Terpisah

Betty menjelaskan bahwa KPU memiliki rekam jejak panjang dalam menyelenggarakan pemilu dengan berbagai pola, baik secara serentak maupun terpisah.

"Kami sudah pernah (melaksanakan pemilu) terpisah antara (pemilihan) presiden dengan pileg (pemilu legislatif), dengan pilkada (pemilihan kepala daerah). Lalu kemudian kami juga pernah pilkada sendiri, lalu kami juga pernah pileg dan (pemilihan) presiden bersamaan. Lalu kemudian terpisah dengan pilkada. Jadi, saya rasa kami punya pengalaman semuanya," jelasnya.

Meski demikian, Betty menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu terpisah masih menunggu regulasi baru yang akan ditetapkan oleh pembuat undang-undang.

"Ya tergantung nanti pilihan yang diambil oleh pembuat undang-undang sebagai pengejawantahan (pelaksanaan) bunyi Mahkamah Konstitusi ya," ia mengungkapkan.

MK: Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Dua Tahun

Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pemilu nasional dan daerah harus dilaksanakan secara terpisah dengan jeda waktu paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan.

Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, menyampaikan bahwa permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dikabulkan sebagian.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujarnya.

Permohonan tersebut diajukan oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, bersama Bendahara Pengurus Yayasan Perludem, Irmalidarti.

MK juga menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Pasal tersebut kini dimaknai bahwa pemungutan suara pertama dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, kemudian dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelahnya dilakukan pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil kepala daerah.

Penulis :
Arian Mesa