
Pantau - Meningkatnya minat masyarakat terhadap sekolah berbasis agama menjadi sorotan penting dalam dinamika pendidikan nasional, di tengah ketersediaan sekolah negeri yang gratis.
Sekolah berbasis agama, baik madrasah, sekolah Kristen, maupun sekolah Katolik, tetap menjadi pilihan utama bagi banyak orang tua meskipun biaya yang dibutuhkan jauh lebih tinggi dibanding sekolah negeri.
Orang tua menilai hasil pendidikan di sekolah agama lebih memuaskan dan sesuai harapan, karena tidak hanya fokus pada kecerdasan intelektual, tetapi juga pembentukan karakter dan nilai moral religius yang kuat.
Dalam kondisi sosial yang semakin kompleks, sekolah agama dipandang sebagai ruang aman yang menawarkan perlindungan moral, kedisiplinan, dan arah hidup yang jelas bagi anak-anak.
Sekolah berbasis agama tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga menanamkan kebiasaan berdoa, refleksi harian, etika sosial, serta penghayatan nilai hidup.
Sebaliknya, sekolah negeri dinilai kurang memberikan perhatian pada aspek pembentukan karakter karena lebih terfokus pada aspek akademik dan administratif.
Pendekatan Holistik Jadi Daya Tarik Utama Sekolah Agama
Filsuf religius Martin Buber pernah menyatakan bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer informasi, tetapi membentuk manusia dalam relasi yang tulus.
Pandangan ini sejalan dengan pendekatan Ignasian yang digunakan di banyak sekolah Katolik, yaitu pendekatan holistik yang menyatukan unsur otak (kognitif), hati (afektif), dan tangan (aksi).
Melalui pendekatan ini, siswa diajak berpikir kritis, merenung secara spiritual, dan bertindak secara etis — sebuah proses pendidikan yang utuh dan menyentuh sisi kemanusiaan secara mendalam.
Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2022 mencatat bahwa 63,1 persen responden lebih percaya sekolah berbasis agama dalam hal pembentukan karakter.
Data tersebut memperkuat fakta bahwa pilihan terhadap sekolah agama bukan sekadar preferensi subjektif, melainkan mencerminkan kerinduan masyarakat terhadap pendidikan yang menyentuh aspek spiritual dan moral.
Sudah saatnya sistem pendidikan nasional memberi ruang lebih besar bagi pendekatan pedagogis yang membentuk manusia seutuhnya — manusia yang mencintai sesama, peduli terhadap lingkungan, dan memiliki relasi spiritual dengan Tuhan, bukan hanya lulusan yang sekadar berijazah.
- Penulis :
- Aditya Yohan







