
Pantau - Paparan suara keras seperti dari speaker sound horeg atau konser dapat menyebabkan kerusakan permanen pada telinga, terutama jika tidak dilindungi, demikian disampaikan oleh dr. Luthfi Ari Wibowo, Sp.THT-KL, Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan dari Universitas Indonesia.
Menurut Luthfi, langkah pertama saat seseorang, terutama bayi atau lansia, terpapar suara keras adalah segera menutup telinga dengan jari atau menggunakan pelindung telinga seperti earplug.
Ia menjelaskan bahwa suara dengan intensitas tinggi bisa merusak sel-sel rambut halus di koklea (rumah siput), yang berfungsi menerima dan menghantarkan suara ke otak.
“Kerusakan ini bisa diibaratkan seperti mendengar suara ledakan dari jarak dekat atau paparan suara di atas 120 desibel,” ungkapnya.
Kerusakan Bersifat Permanen dan Bisa Timbulkan Gangguan Keseimbangan
Suara keras dapat menyebabkan trauma akustik akut, yang gejalanya meliputi nyeri telinga, tinitus (telinga berdenging), dan penurunan pendengaran secara mendadak.
Luthfi menegaskan bahwa kerusakan akibat suara keras bersifat irreversible atau tidak dapat dipulihkan, terutama jika terjadi pada intensitas tinggi tanpa perlindungan telinga.
Ia menyarankan untuk menjaga jarak satu hingga dua meter dari sumber suara keras agar intensitas suara yang diterima berkurang signifikan.
Paparan suara keras dalam jangka panjang, seperti saat menghadiri konser, berada di dekat sound horeg, atau di klub malam lebih dari dua jam, bisa menyebabkan tinitus dan penurunan pendengaran sementara.
Jika paparan tersebut terus terjadi, dampaknya bisa menjadi permanen dan memperburuk ambang pendengaran seiring waktu.
Bayi yang berada di lokasi dengan suara keras harus segera dijauhkan atau diberi pelindung telinga khusus, seperti earmuffs atau earplug untuk bayi.
“Jika setelah terpapar suara keras muncul gejala seperti telinga berdenging, terasa penuh, atau pendengaran menurun, maka harus segera konsultasi ke dokter THT,” ujarnya.
Tanda jangka panjang akibat paparan suara keras juga termasuk telinga berdenging berkepanjangan serta kesulitan memahami percakapan di lingkungan yang bising.
Kerusakan juga bisa berdampak pada pusat keseimbangan telinga (vestibular), yang mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh.
Luthfi menekankan bahwa dampak suara keras bersifat progresif dan tidak bisa disembuhkan karena sel rambut halus di koklea tidak dapat beregenerasi.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti