
Pantau - Sebanyak 11 warga negara asing (WNA) asal China ditangkap karena menyamar sebagai polisi Wuhan dan menyalahgunakan izin tinggal di wilayah Jakarta Selatan.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Jakarta Selatan, Bugie Kurniawan, mengungkapkan bahwa para pelaku menyalahgunakan izin tinggal keimigrasian yang diberikan kepada mereka.
"Setelah ada pengungkapan seperti ini, baru kita bisa ketahui yang bersangkutan melakukan penyalahgunaan izin tinggal yang diberikan," ungkapnya dalam konferensi pers di Cilandak, Jakarta, Rabu (30/7).
Modus Penyamaran dan Penangkapan
Modus operandi para pelaku adalah menyamar sebagai polisi Wuhan dengan mengenakan seragam resmi dan menggunakan latar biru khas Kepolisian Distrik Wuhan.
Dengan latar tersebut, mereka melakukan panggilan video (video call) kepada korban untuk meyakinkan bahwa mereka adalah aparat penegak hukum yang sah.
Mereka beroperasi secara sembunyi-sembunyi di sebuah rumah di Jalan Pertanian Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, yang dijadikan markas daring Kepolisian Distrik Wuhan.
Imigrasi Jakarta Selatan menerima para pelaku dari Polres Metro Jakarta Selatan pada Jumat (25/7) malam pukul 22.00 WIB, setelah dilakukan penggerebekan pada Kamis (24/7).
Investigasi dan Proses Hukum
Imigrasi bekerjasama dengan Kedutaan Besar China untuk memastikan keaslian dokumen milik para pelaku.
"Sementara ini masih kita bekerjasama dengan pihak kedutaan untuk mendatangkan dokumen perjalanannya," jelas Bugie.
Pihak Imigrasi dan Kepolisian juga bersinergi dalam menyusun strategi guna membongkar jaringan pelaku yang dikenal kompak dan tertutup.
" Kami tetap berusaha untuk mencari keterangan yang benar dari para pelaku melalui komunikasi intens," ia mengungkapkan.
Para pelaku diduga melanggar Pasal 122 Huruf A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pasal tersebut berbunyi: "Setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya."
Ancaman pidana atas pelanggaran ini adalah hukuman penjara paling lama lima tahun dan/atau denda maksimal Rp500 juta.
- Penulis :
- Arian Mesa