billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

SIKAP Gugat Pasal UU PDP ke MK, Minta Pengecualian untuk Jurnalis, Akademisi, dan Seniman

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

SIKAP Gugat Pasal UU PDP ke MK, Minta Pengecualian untuk Jurnalis, Akademisi, dan Seniman
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Suasana di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak.)

Pantau - Koalisi masyarakat sipil Kebebasan Informasi dan Data Pribadi (SIKAP) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengecualikan jurnalis, akademisi, dan pelaku seni dari larangan pengungkapan data pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Permintaan tersebut diajukan dalam uji materi yang diajukan oleh SIKAP, yang terdiri dari LBH Pers, Elsam, AJI Indonesia, SAFEnet, akademisi, dan pegiat seni.

Pasal Dinilai Karet dan Berpotensi Mengkriminalisasi

Direktur LBH Pers, Mustafa, menjelaskan bahwa norma dalam pasal-pasal tersebut memiliki cakupan terlalu luas dan bisa digunakan untuk menjerat siapa pun, termasuk mereka yang menjalankan profesi untuk kepentingan publik.

"Itu sangat luas cakupannya, jadi siapa pun, bahkan tidak perlu menunggu ada dampak. Saat saya, misalnya, mengungkap data pribadi nama atau foto orang yang teridentifikasi sama orang tanpa menunggu dampak, tidak melihat niat orang itu apa, itu bisa (dipidana)", ujar Mustafa.

Pasal 65 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya.

Pasal 67 ayat (2) menetapkan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp4 miliar bagi pelanggarnya.

Mustafa menyebut ketentuan tersebut sebagai pasal karet karena memungkinkan subjek yang merasa tidak senang datanya diungkap dapat melaporkan pihak lain meskipun motif pengungkapan bersifat publik atau kritik.

"Ketika, misalnya, jurnalis menyebarkan data atau nama pejabat publik yang kemudian dia tidak senang karena mungkin itu adalah kritik dugaan tindak pidana korupsi, misalnya, itu bisa dilaporkan", lanjutnya.

Ia juga mencontohkan bahwa karya seni seperti karikatur yang mengandung pengungkapan data pribadi pejabat publik juga bisa terjerat pasal ini.

Tidak Ada Pengecualian untuk Kepentingan Publik

Koordinator Advokasi LBH Pers, Gema Gita Persada, menjelaskan bahwa UU PDP membagi data pribadi menjadi dua jenis, yaitu data umum dan data spesifik seperti catatan kejahatan dan keuangan.

Namun, tidak ada satu pun ketentuan dalam UU PDP yang menyebut bahwa data pribadi milik pejabat publik dapat dikategorikan sebagai informasi publik.

"Dengan adanya pengaturan pada Pasal 65 ini, tanpa ada pengecualian terhadap pekerja-pekerja jurnalistik yang kerap kali melakukan pengungkapan terkait dengan catatan kejahatan pejabat publik, itu sangat berpotensi untuk dikenakan dengan pasal ini", ungkap Gema.

Koalisi menilai bahwa pasal 65 ayat (2) dan pasal 67 ayat (2) UU PDP berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara, khususnya dalam konteks kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi.

Minta MK Berikan Pengecualian Konstitusional

Dalam petitumnya, SIKAP meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan norma dalam kedua pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, jika tidak dikecualikan untuk tujuan jurnalistik, kesenian, kesusastraan, dan akademik.

Penulis :
Ahmad Yusuf