
Pantau - Anggota Komisi VI DPR RI, Sarifah Suraidah Harum, menyatakan bahwa maraknya praktik pengoplosan beras premium di berbagai daerah bukan hanya pelanggaran perdagangan, tetapi juga pelanggaran serius terhadap hak konsumen yang dijamin undang-undang.
Sarifah menegaskan bahwa praktik mengemas beras kualitas rendah sebagai produk premium merupakan bentuk penipuan yang melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Ini sudah menyangkut hak konsumen yang dijamin undang-undang. Mengemas beras kualitas rendah sebagai produk premium adalah penipuan yang harus dihentikan," ungkapnya.
Kerugian Konsumen dan Temuan Lapangan
Sarifah menyebut bahwa pengoplosan beras berpotensi merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun, yang terdiri dari Rp34,21 triliun pada segmen beras premium dan Rp65,14 triliun pada segmen beras medium.
Ia juga mengungkapkan temuan Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Polri yang menemukan 212 merek beras bermasalah di pasaran, terdiri atas 136 merek beras premium dan 76 merek beras medium.
Dari data tersebut diketahui bahwa 85,56 persen beras premium dan 88,24 persen beras medium tidak memenuhi standar mutu.
Selain itu, 95,12 persen beras dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21,66 persen beras memiliki berat kemasan yang tidak sesuai dengan klaim yang tertera pada kemasan.
Desakan Penindakan dan Langkah Strategis
Menanggapi temuan tersebut, Sarifah meminta pemerintah untuk tidak hanya mengandalkan pengawasan administratif, tetapi juga melakukan penindakan hukum terhadap pelaku usaha yang terbukti melanggar.
"Kementerian Perdagangan harus evaluasi izin perdagangan pelaku. Ini soal kepercayaan masyarakat terhadap sistem pangan nasional," tegasnya.
Ia pun mengusulkan empat langkah strategis untuk menangani praktik pengoplosan beras, yaitu:
- Evaluasi izin produsen yang melakukan pelanggaran.
- Pemberian sanksi tegas, baik administratif maupun pidana.
- Digitalisasi pengawasan mutu beras melalui QR Code.
- Pelibatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dalam perumusan kebijakan pengawasan pangan.
"Ini momentum perbaikan total. Distribusi pangan harus direformasi agar rakyat dapat produk berkualitas dengan harga wajar. Jangan sampai mereka dirugikan dua kali: kualitas dan harga," ia mengungkapkan.
Sarifah berharap, dengan adanya langkah konkret dari pemerintah, praktik kecurangan dalam distribusi beras dapat diberantas secara menyeluruh, dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pangan nasional dapat pulih kembali.
- Penulis :
- Shila Glorya