
Pantau - Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mendesak agar kasus kematian Prada Lucky Namo (23), yang diduga dianiaya oleh empat prajurit senior, diproses hukum melalui pengadilan militer dengan hukuman maksimal, termasuk pemecatan dari dinas keprajuritan.
Desakan Proses Hukum Tegas
"Pengadilan militer harus memproses kasus ini dengan serius, transparan, dan menjatuhkan hukuman yang setimpal," ungkap TB Hasanuddin.
Prada Lucky, prajurit TNI dari Teritorial Pembangunan 834 Wakanga Mere Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif selama beberapa hari di ICU RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, pada Rabu (6/8) siang.
Suasana di rumah sakit sempat tegang setelah Prada Lucky dinyatakan meninggal dunia.
Menurut TB Hasanuddin, keterlibatan empat pelaku mengindikasikan adanya unsur pengeroyokan.
"Kalau sampai empat orang terlibat, ini bukan sekadar insiden, tapi pengeroyokan. Korban pun tidak melawan karena merasa sebagai junior," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum dan nilai-nilai keprajuritan.
"Tindakan kekerasan oleh para senior terhadap junior seperti ini sudah jelas melanggar hukum dan nilai-nilai keprajuritan. Apalagi sampai menyebabkan korban jiwa. Para pelaku harus dihukum seberat-beratnya," tegasnya.
Penanganan Kasus dan Reformasi Budaya TNI
Keempat pelaku telah ditangkap dan ditahan di Ruang Tahanan Subdetasemen Polisi Militer (Subdenpom) Ende.
Pemeriksaan terhadap mereka sudah dilakukan sejak Rabu malam (6/8).
Dandim 1625/Ngada, Letkol Czi Deny Wahyu Setiyawan, menyampaikan bahwa Pangdam IX/Udayana memerintahkan penanganan kasus secara transparan dan akuntabel, serta akan memantau langsung prosesnya.
TB Hasanuddin juga menekankan perlunya reformasi budaya di tubuh TNI, khususnya hubungan antara prajurit senior dan junior.
"Hubungan senior-junior perlu dibenahi. Pembinaan, arahan, dan teguran adalah hal yang wajar. Tapi ketika kekerasan masuk, itu sudah ranah pidana. Ini harus menjadi kesadaran bersama di tubuh TNI," paparnya.
Ia juga menyoroti acara tradisi satuan yang kerap menjadi celah terjadinya kekerasan.
Menurutnya, tradisi boleh dijalankan asal disertai aturan dan pengawasan ketat dari komandan.
"Acara tradisi boleh, tapi harus dibuat sehat dan aman. Kalau lari atau latihan fisik, tentu ada batas dan ketentuan yang jelas. Jangan sampai kegiatan ini malah memakan korban," jelasnya.
"Dan pengawasan dari para komandan menjadi kunci," tambahnya.
- Penulis :
- Shila Glorya