Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Wacana Revisi UU MK Mengemuka, Ketua MK Pilih Tak Berkomentar, DPR Tegaskan Belum Masuk Prolegnas

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Wacana Revisi UU MK Mengemuka, Ketua MK Pilih Tak Berkomentar, DPR Tegaskan Belum Masuk Prolegnas
Foto: (Sumber: Arsip foto- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kiri) bersama Wakil Ketua MK Enny Nurbaningsih (kanan) memimpin sidang uji materiil UU nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (31/7/2025). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi dan ahli dari pemohon. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/sgd)

Pantau - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menegaskan bahwa wacana revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sepenuhnya merupakan domain pembentuk undang-undang, sehingga ia memilih untuk tidak memberikan komentar.

Kewenangan Legislator, MK Tak Beri Tanggapan

“Kita no comment (tidak ada komentar). Silakan saja, karena itu kewenangan pembentuk undang-undang,” ujar Suhartoyo saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu.

Pernyataan ini disampaikan menyusul munculnya wacana revisi UU MK setelah terbitnya Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memutuskan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.

Namun hingga saat ini, belum ada langkah konkret di parlemen terkait wacana tersebut.

DPR: Belum Masuk Prolegnas, Evaluasi Bukan Cawe-Cawe Politik

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, memastikan bahwa revisi UU MK tidak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas DPR RI.

“Kalau revisi UU MK itu sampai hari ini, kan, masih tetap UU MK-nya, di dalam prolegnas juga enggak ada, tidak ada jadwal untuk mengubah MK itu karena harus ada di prolegnas atau putusan Mahkamah Konstitusi sendiri untuk diajukan. Sampai kemarin belum ada,” jelas Hinca di Jakarta, Senin (28/7).

Meski demikian, Hinca menegaskan bahwa DPR RI memiliki kewenangan konstitusional untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga-lembaga negara, termasuk MK.

“Yang kami lakukan adalah dalam konteks ketatanegaraan kita agar semua lembaga yang dibentuk di republik ini, baik karena konstitusi maupun undang-undang, setia lah dia pada tupoksi-nya, setia lah dia pada jabatan dan fungsinya,” tegasnya.

Ia membantah anggapan bahwa evaluasi terhadap MK yang dilakukan oleh Komisi III DPR merupakan bentuk cawe-cawe politik.

“Kalau kemudian MK lari atau keluar dari fungsinya, siapa yang ngawasi dia? Kan enggak boleh, setiap lembaga harus ada yang mengawasinya, setidak-tidaknya dirinya. Nah, ketika dirinya enggak lagi bisa ngawasinya, maka masyarakat lah yang mengawasinya. Nah, masyarakat mengawasinya siapa? Wakilnya adalah DPR, itu lah yang mewakili masyarakat,” ujar Hinca.

Penulis :
Aditya Yohan