HOME  ⁄  Nasional

Dwilogi Politik 15 Agustus: Deklarasi Ideologis dan Mahar Fiskal dalam Pidato Presiden Prabowo

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Dwilogi Politik 15 Agustus: Deklarasi Ideologis dan Mahar Fiskal dalam Pidato Presiden Prabowo
Foto: (Sumber: Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga/app/rwa/aa.)

Pantau - Tanggal 15 Agustus 2025 tercatat sebagai momentum penting dalam sejarah politik Indonesia, ketika dua pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto membentuk satu narasi utuh dalam dua babak.

Babak pertama disampaikan pada pagi hari dalam bentuk pidato kenegaraan yang memuat deklarasi perang ideologis terhadap sistem ekonomi dan politik yang dianggap sudah mapan namun timpang.

Babak kedua hadir pada sore hari dalam bentuk pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, yang mengungkapkan "mahar fiskal" senilai Rp3.786,5 triliun sebagai dana untuk mendanai restrukturisasi nasional.

Dwilogi ini disebut sebagai cetak biru pertaruhan besar atas proyek restrukturisasi nasional paling ambisius dalam sejarah Republik Indonesia.

Kritik Terhadap Sistem dan Seruan Kembali ke Konstitusi Ekonomi

Dalam pidato pertamanya, Presiden Prabowo menyampaikan kritik tajam terhadap sistem yang selama ini dinilai hanya menguntungkan segelintir orang.

"Yang menikmati pertumbuhan ekonomi kita hanya segelintir orang saja," ungkap Presiden di hadapan anggota parlemen.

Ia secara terbuka mengkritik praktik yang disebutnya sebagai serakahnomics, yaitu tindakan para pengusaha yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan menipu dan mengorbankan rakyat Indonesia.

Sebagai solusi, Presiden menyerukan kembali ke Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar untuk merebut kembali kedaulatan ekonomi nasional.

Pertaruhan Besar atau Penyederhanaan Masalah?

Meski narasi pidato tersebut bersifat heroik, penulis artikel menilai bahwa pendekatan tersebut berisiko menyederhanakan kompleksitas persoalan yang ada.

Pertanyaan mendasar pun muncul: apakah akar masalahnya hanya pada keserakahan segelintir pihak, atau justru terletak pada kegagalan sistemik negara dalam menyusun regulasi yang adil dan menjalankan pengawasan yang efektif?

Penulis juga menekankan bahwa tanpa amunisi konkret berupa kebijakan yang menyentuh akar persoalan, deklarasi perang terhadap sistem hanya akan menjadi teriakan hampa.

Penulis :
Ahmad Yusuf