
Pantau - Suasana perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia di Pulau Lakkang, Kelurahan Lakkang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, berlangsung sederhana namun penuh makna.
Bendera Merah Putih berkibar di halaman rumah warga, anak-anak bersorak mengikuti lomba, sementara orang dewasa menjadi juri dan para ibu menyiapkan makanan serta minuman.
Upacara pengibaran bendera dan menyanyikan Indonesia Raya dilakukan khidmat sebelum perlombaan dimulai.
Kemerdekaan dalam Kehidupan Sehari-hari
Bagi masyarakat akar rumput, kemerdekaan bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan hadir dalam kehidupan sehari-hari.
Husnah, pedagang sayur di Pulau Lakkang, mengartikan kemerdekaan sebagai kebebasan berjualan, pendidikan bagi anak-anaknya, serta kemampuan mengisi bahan bakar motor untuk keliling berjualan.
"Kesempatan sederhana untuk mencari nafkah secara layak, itulah kemerdekaan bagi saya," ujarnya.
Daeng Ramli, petani di perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros, memaknai kemerdekaan sebagai akses pupuk yang mudah, harga jual padi yang adil, serta hasil panen yang cukup agar terbebas dari lilitan utang.
Mustari, nelayan di Pulau Kodingareng, melihat kemerdekaan sebagai kebebasan dari jeratan utang juragan kapal, sehingga bisa melaut dengan modal sendiri.
Kebanyakan nelayan di wilayah tersebut masih bekerja sebagai buruh kapal (sawi), sangat bergantung pada juragan karena keterbatasan modal.
Pendidikan, Kesehatan, dan Layanan Publik yang Setara
Bagi masyarakat kecil, kemerdekaan berarti bisa memenuhi kebutuhan pokok, menyekolahkan anak tanpa biaya, dan memperoleh layanan kesehatan yang setara.
Program pendidikan gratis membebaskan mereka dari SPP, iuran komite, dan biaya pembangunan sekolah.
Kartu Indonesia Sehat (KIS) juga diharapkan benar-benar menghadirkan layanan kesehatan tanpa diskriminasi terhadap rakyat kecil.
"Kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat kecil punya akses yang layak terhadap pendidikan, kesehatan, dan ekonomi," jelas Dr Hadawiah Hatita, pengamat komunikasi sosial dan budaya.
Tantangan Ekonomi dan Harapan pada Pemerintah
Bagi masyarakat akar rumput, indikator keberhasilan ekonomi nasional bukanlah angka ekspor, melainkan stabilitas harga gabah, kemudahan nelayan memperoleh solar, serta fasilitas pendukung seperti pabrik es atau teknologi pengering agar hasil tangkapan tetap segar.
Mereka juga berharap akses perbankan lebih mudah, karena selama ini sulit mendapatkan pinjaman tanpa agunan.
Di tengah keterbatasan tersebut, masyarakat tetap bersyukur dan merayakan kemerdekaan dengan lomba, doa bersama, kerja bakti, hingga pesta rakyat.
Bagi mereka, perayaan ini bukan sekadar hiburan, melainkan pengingat bahwa perjuangan untuk hidup layak masih terus berlangsung.
Optimisme di Balik Keterbatasan
Warga berharap berbagai program pemerintah tidak ternodai oleh praktik korupsi yang merugikan rakyat kecil.
Optimisme mereka bertumpu pada sila kelima Pancasila, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, yang diyakini dapat terwujud melalui pemerintahan yang bersih dan masyarakat yang kritis sekaligus konstruktif.
Harapan ini sejalan dengan semangat yang ditanamkan Presiden Prabowo Subianto sebagai pemimpin yang telah mendapat amanah rakyat untuk membawa Indonesia menuju kehidupan yang lebih adil dan sejahtera.
- Penulis :
- Aditya Yohan