billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Presiden Prabowo Tegaskan Pendidikan sebagai Investasi Emas, Bukan Sekadar Angka di APBN

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Presiden Prabowo Tegaskan Pendidikan sebagai Investasi Emas, Bukan Sekadar Angka di APBN
Foto: (Sumber: Sejumlah siswa kelas 5 sedang belajar di dalam ruang kelas di SDN Binangun, Serang, Banten, Selasa (10/6/2025). (ANTARA/Desi Purnama Sari))

Pantau - Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pendidikan merupakan pilar utama dalam mencetak sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing global, bukan sekadar beban anggaran tahunan.

Komitmen ini tercermin dalam alokasi anggaran pendidikan tahun 2026 yang mencapai Rp757,8 triliun—jumlah tertinggi sepanjang sejarah Indonesia dan setara dengan 20 persen dari total APBN sesuai amanat konstitusi.

Dari Sekolah dan Guru hingga Internet: Anggaran Harus Tepat Sasaran

Anggaran besar ini diharapkan mampu mewujudkan sekolah yang lebih baik, guru yang lebih sejahtera, dan generasi muda yang siap menghadapi tantangan global.

Namun, muncul pertanyaan publik: apakah anggaran sebesar ini benar-benar mampu mengubah wajah pendidikan Indonesia, atau sekadar menjadi "monumen statistik" yang kosong makna?

Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia—menumbuhkan jiwa merdeka, kritis, dan kreatif.

Sayangnya, realitas di lapangan kerap jauh dari cita-cita tersebut.

Rincian alokasi anggaran menunjukkan Rp178,7 triliun ditujukan untuk gaji, kompetensi, dan kesejahteraan guru serta dosen.

Sementara itu, Rp150,1 triliun digunakan untuk renovasi 13.800 sekolah dan 1.400 madrasah, distribusi 288.000 layar pintar, serta penguatan program Indonesia Pintar dan KIP Kuliah.

Namun, anggaran yang menjanjikan ini bisa berisiko tersesat dalam birokrasi dan mengalami kebocoran jika tidak dikelola secara tepat sasaran.

Distribusi layar pintar misalnya, dinilai tidak efektif apabila tidak dibarengi dengan penguatan infrastruktur digital.

Ketimpangan akses internet di daerah terpencil menjadi hambatan nyata.

Tanpa internet stabil, anak-anak di pedalaman tetap tidak bisa mengakses materi pembelajaran, bahkan dari “guru terbaik secara virtual”.

Ini bukan sekadar tantangan teknis, tetapi panggilan moral untuk mewujudkan kesetaraan pendidikan di seluruh penjuru negeri.

Vokasi Didorong, Tapi Pendidikan Tak Boleh Sekadar Cetak Tenaga Kerja

Pemerintah juga menempatkan pendidikan vokasi sebagai salah satu fokus strategis.

Penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan industri dinilai sebagai langkah cerdas dalam membekali generasi muda dengan keterampilan relevan.

Namun, pendekatan ini juga perlu diimbangi agar pendidikan tidak terjebak dalam reduksionisme sempit.

Pendidikan harus tetap menjadi ruang pembentukan karakter, kreativitas, dan kepekaan sosial.

Tujuan akhirnya bukan hanya mencetak tenaga kerja, tetapi membentuk manusia yang berpikir kritis dan mampu berkontribusi secara bermakna.

Pendidikan sejati adalah investasi emas bangsa, bukan sekadar angka besar dalam dokumen anggaran.

Penulis :
Aditya Yohan