
Pantau - Rumah Dahor, rumah panggung berusia 125 tahun yang berdiri tak jauh dari kilang minyak Pertamina Balikpapan, Kalimantan Timur, menjadi pengingat kuat akan sejarah panjang kota yang dijuluki “Kota Minyak”.
Terletak di Jalan Dahor No. 1, Baru Ilir, Balikpapan Barat, rumah ini tampak mencolok dengan warna cerah di tengah bangunan modern, menyimpan cerita masa lalu tentang industri minyak dan kolonialisme.
Rumah ini dibangun pada tahun 1920 oleh perusahaan minyak Belanda, De Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), anak perusahaan gabungan Royal Dutch dan Shell Companies.
Dulunya, Rumah Dahor merupakan bagian dari kompleks perumahan bagi pekerja kelas menengah BPM, yang awalnya berjumlah lebih dari 20 unit rumah panggung, namun kini tersisa kurang dari 10.
Nama "Dahor" sendiri berasal dari nama salah satu sumur minyak BPM yang terletak di Tabalong, Kalimantan Selatan.
Arsitektur Kayu Ulin dan Keunggulan Fungsional
Model rumah panggung dipilih untuk memungkinkan penghuni melihat langsung ke arah kilang minyak dan laut pesisir, sekaligus menghindari ancaman air pasang dan binatang buas, mengingat kawasan tersebut dulunya masih berupa hutan sepi.
Bangunan rumah terbuat dari kayu ulin, material khas Borneo yang terkenal kuat dan tahan terhadap cuaca ekstrem, serangan rayap, maupun air laut, serta diyakini bisa bertahan hingga ratusan tahun.
Jendela dan pintu besar pada rumah ini membuat suasana dalam rumah tetap sejuk dan terang, dihiasi ornamen kaca berpadu gaya lokal dan Belanda.
Saksi Sejarah Industri dan Perang Dunia
Rumah Dahor menyimpan dokumentasi awal eksplorasi minyak di Balikpapan, yang pernah memiliki kilang minyak terbesar ketiga di dunia.
Pada masa Perang Dunia II, Balikpapan menjadi wilayah strategis yang diperebutkan oleh Belanda dan Jepang.
Kilang minyak Balikpapan sempat diduduki Jepang, namun kemudian dibombardir oleh pasukan Sekutu, termasuk Belanda, Australia, dan Selandia Baru.
Meskipun banyak bangunan hancur, Rumah Dahor tetap berdiri dan kini ditetapkan sebagai rumah cagar budaya yang sangat berharga.
"Rumah Dahor selamat dari peristiwa tersebut, jadi, rumah cagar budaya ini sangat berharga untuk generasi ke depan," ujar Rudiansyah, salah satu pengelola dari komunitas Dahor Heritage.
Dari Warisan Kolonial ke Destinasi Edukasi Publik
Saat ini, Rumah Dahor dikelola bersama oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU V Balikpapan, komunitas sejarah, dan relawan seperti Rudiansyah.
Dari sembilan rumah yang masih ada, beberapa telah dialihfungsikan menjadi museum, taman baca, dan perpustakaan mini.
“Siswa dan mahasiswa sering ke sini untuk belajar pengetahuan sejarah. Rumah Dahor juga bisa digunakan secara gratis untuk kegiatan seperti lomba, pentas tari, pentas puisi, dan lainnya,” ungkap Rudiansyah.
Setiap bulan, Rumah Dahor dikunjungi oleh sekitar 300 hingga 400 orang.
Namun, pengelolaan saat ini masih dilakukan secara swadaya tanpa dukungan unit pengelola teknis (UPT).
“UPT belum ada. Kami hanya volunteer, jadi kalau mau berkunjung bisa kontak kami,” jelas Rudiansyah.
Ia berharap, dengan dukungan dari Pertamina dan pemerintah daerah, Rumah Dahor bisa dikenal lebih luas lagi sebagai pusat edukasi sejarah dan budaya.
Peran Bersama Menjaga Warisan Sejarah
Sejarah tidak akan hidup tanpa upaya bersama untuk menjaga ingatan dan rasa cinta terhadap pengetahuan masa lalu.
Keberlangsungan Rumah Dahor tidak bisa hanya mengandalkan individu seperti Rudiansyah dan komunitasnya.
Peran kolaboratif masyarakat sangat penting dalam menjaga sejarah, warisan budaya, dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Rumah Dahor menjadi contoh nyata bagaimana upaya kolektif mampu menjaga warisan sejarah "Kota Minyak" Balikpapan dari masa ke masa.
- Penulis :
- Aditya Yohan