Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Mahkamah Pidana Internasional Kecam Sanksi AS terhadap Pejabatnya: Ancaman terhadap Independensi dan Korban Kejahatan Interna

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Mahkamah Pidana Internasional Kecam Sanksi AS terhadap Pejabatnya: Ancaman terhadap Independensi dan Korban Kejahatan Interna
Foto: (Sumber: Arsip - Gedung Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. (ANTARA/Anadolu/py/pri))

Pantau - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menolak keras sanksi baru yang dijatuhkan pemerintah Amerika Serikat terhadap empat pejabat ICC, menyebutnya sebagai “serangan terang-terangan terhadap independensi lembaga peradilan dan tatanan internasional berbasis aturan.”

Sanksi tersebut dikenakan kepada Hakim Kimberly Prost (Kanada), Hakim Nicolas Guillou (Prancis), Wakil Jaksa Nazhat Shameem Khan (Fiji), dan Wakil Jaksa Mame Mandiaye Niang (Senegal).

“Mahkamah Pidana Internasional menyesalkan penetapan sanksi baru yang diumumkan pemerintah AS terhadap Hakim Kimberly Prost, Hakim Nicolas Guillou, Wakil Jaksa Nazhat Shameem Khan, dan Wakil Jaksa Mame Mandiaye Niang,” demikian pernyataan resmi ICC.

Serangan terhadap Pengadilan dan Korban Kejahatan Internasional

Sanksi ini memperluas daftar pembatasan sebelumnya yang telah dikenakan terhadap empat pejabat ICC lainnya.

ICC menegaskan bahwa tindakan ini merupakan “penghinaan terhadap negara-negara pihak, tatanan internasional berbasis aturan, dan terutama terhadap jutaan korban tak bersalah di seluruh dunia.”

Pengadilan yang berbasis di Den Haag ini menyatakan tetap akan menjalankan mandatnya sebagaimana diatur dalam kerangka hukum dari 125 negara pihak yang menjadi anggotanya.

“Pengadilan menyerukan kepada negara-negara pihak dan semua yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta supremasi hukum agar memberikan dukungan tegas dan konsisten bagi Pengadilan serta tugasnya, yang semata-mata demi kepentingan korban kejahatan internasional,” lanjut pernyataan tersebut.

Konteks Politik di Balik Sanksi

Salah satu pejabat yang dikenai sanksi AS termasuk seorang hakim yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.

Sejak Oktober 2023, Israel dilaporkan telah membunuh lebih dari 62.000 warga Palestina di Jalur Gaza dalam operasi militer yang luas, serta menghancurkan infrastruktur dan menyebabkan kelaparan di wilayah tersebut.

Saat ini, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait tindakan militernya di Gaza.

ICC menegaskan bahwa tekanan politik tidak akan menghentikan proses hukum terhadap dugaan kejahatan internasional.

Penulis :
Ahmad Yusuf