
Pantau - Di tengah keterbatasan fasilitas, Trijan Abdul Halim tetap setia mengajar bahasa Inggris secara sukarela di Halmahera Timur, Maluku Utara, dengan semangat yang tak pernah surut.
Menggunakan papan tulis yang sudah usang dan spidol yang nyaris habis, Trijan membuka kelas kecilnya dengan sapaan hangat, "Good afternoon," yang disambut meriah oleh puluhan anak dengan logat Maluku yang khas.
Sejak tahun 2017, Trijan menjadi penggerak English Club di wilayah Maluku Utara, rutin mengajar setiap akhir pekan di sela aktivitasnya sebagai penulis dan pegiat literasi.
Bagi anak-anak di desa, Trijan bukan sekadar guru, melainkan penghubung antara mimpi-mimpi mereka dan dunia yang lebih luas.
Pos Pintar: Sekolah Harapan dari Desa
Kegiatan belajar bahasa Inggris ini merupakan bagian dari program kursus gratis hasil kolaborasi komunitas lokal dan dukungan perusahaan tambang PT Position melalui program bertajuk Pos Pintar.
Program ini telah menjangkau empat desa di sekitar Halmahera Timur dan tumbuh selama delapan tahun menjadi semacam “sekolah harapan.”
Di sana, anak-anak menemukan keberanian baru, para pemuda desa menemukan peran sosialnya, dan masyarakat kembali mempercayai kekuatan pendidikan.
"Bahasa adalah pintu menuju pemahaman dunia, sementara literasi adalah akar yang menjaga bangsa tetap kuat," ungkap Trijan dalam refleksi atas perjuangannya.
Ia selalu menekankan bahwa belajar bahasa Inggris bukan hanya soal tata bahasa, tetapi tentang membentuk rasa percaya diri, khususnya di kalangan anak-anak desa.
Dari Logat Maluku ke Panggung Puisi Bahasa Inggris
Program ini tumbuh dengan pendekatan lokal yang kuat, mengakar pada literasi dan kecintaan terhadap bahasa Inggris.
Hasilnya mulai tampak nyata: anak-anak yang dulunya pemalu kini berani tampil dan bahkan membaca puisi di depan warga desa.
Salah satu momen paling berkesan adalah ketika para murid membacakan puisi berjudul "A Thank to Our Teachers" dalam bahasa Inggris di hadapan masyarakat.
Suara mereka bergetar—bukan karena takut, melainkan karena bangga dan sadar bahwa mereka sedang menjadi bagian dari perubahan.
Tepuk tangan yang menggemuruh dari orang tua dan warga malam itu menjadi simbol restu dan harapan agar anak-anak mereka bisa melangkah lebih jauh dari batas desa.
“Dari papan tulis yang usang dan spidol yang hampir habis, lahir keyakinan baru bahwa pendidikan adalah cahaya yang tak akan pernah padam.”
- Penulis :
- Aditya Yohan









