
Pantau - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan bahwa lokasi translokasi sepasang badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) telah berada di kawasan yang aman dan dilindungi penuh dengan pengamanan 24 jam.
Lokasi tersebut berada di Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), yang kini menjadi habitat baru bagi populasi kedua badak Jawa.
"Letaknya di ujung itu ada tiga pos, paling tidak seperti di Ujung Kulon. Pengamanan tetap 24 jam per hari, 7 hari seminggu, 31 hari per bulan itu tetap. Jadi, ada pengamanannya di situ," ujar Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, usai peluncuran Operasi Merah Putih Translokasi Badak Jawa di Jakarta, Jumat.
Upaya Serius Jaga Keberlanjutan Spesies Langka
Kemenhut telah bekerja sama dengan Yayasan Badak Indonesia (YABI) untuk menjalankan misi penting membentuk populasi kedua badak Jawa demi menyelamatkan spesies langka ini dari kepunahan.
Selain sistem pengamanan berbasis pos penjagaan, kawasan konservasi juga dilengkapi dengan anjing pelacak K-9 untuk mendeteksi ancaman yang mungkin muncul.
Pemerintah daerah serta media lokal telah dilibatkan sejak awal untuk mendukung proses pemindahan dan upaya konservasi secara berkelanjutan.
Selain aspek keamanan, persiapan juga mencakup pengelolaan konservasi seperti pelatihan sumber daya manusia di bidang perawatan satwa, medis, serta pengembangbiakan.
Dengan peluncuran resmi hari ini, proses translokasi dua individu badak — satu jantan dan satu betina — dari habitat asalnya di Semenanjung Ujung Kulon menuju JRSCA di Desa Ujungjaya, Kabupaten Pandeglang, secara resmi dimulai.
Hadapi Ancaman Genetik, Translokasi Jadi Langkah Kritis
Meski kedua lokasi masih berada dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, translokasi harus menempuh jarak sekitar 14 kilometer yang juga melintasi laut.
Tujuan utama pemindahan ini adalah membentuk populasi kedua yang lebih sehat secara genetik, sebagai respons atas temuan ilmiah bahwa badak Jawa menghadapi risiko tinggi akibat keterbatasan daya dukung habitat dan rendahnya keragaman genetik.
Analisis Population Viability Analysis (PVA) menunjukkan bahwa tingkat inbreeding (perkawinan sedarah) pada populasi badak Jawa telah mencapai 58,5 persen.
Tanpa intervensi nyata, spesies ini diperkirakan dapat punah dalam waktu kurang dari 50 tahun.
Saat ini, proses penggiringan sepasang badak masih berlangsung dengan hati-hati.
Untuk mendukung kelancaran logistik, transportasi telah diuji coba menggunakan alat utama sistem senjata (alutsista) milik TNI.
Setelah pemindahan berhasil dilakukan, kedua individu badak akan terus dipantau secara intensif menggunakan sistem pelacakan satelit dan didampingi oleh para pakar.
"Translokasi badak Jawa ini menyangkut hewan langka yang menjadi concern tidak hanya di tingkat nasional, namun juga global. Kami juga bersama-sama menyusun pedoman ethical assessment dengan melibatkan berbagai pihak, praktisi, dan pakar, baik dari dalam maupun dari luar negeri," tutur Satyawan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti