Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Tradisi “Mudik Kedua” di Kampung Dipowinatan: Sajian Gratis, Filosofi Persatuan, dan Daya Tarik Budaya

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Tradisi “Mudik Kedua” di Kampung Dipowinatan: Sajian Gratis, Filosofi Persatuan, dan Daya Tarik Budaya
Foto: (Sumber: Warga membagikan aneka makanan secara gratis kepada pengunjung saat Merti Golong Gilig di Kampung Dipowinatan, Yogyakarta, Senin (18/8/2025). Tradisi berbagi makanan menjadi simbol kerukunan sekaligus kekuatan gotong royong warga. ANTARA/Luqman Hakim)

Pantau - Kampung Dipowinatan di Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, menyajikan suasana berbeda dari hiruk-pikuk kota yang dipenuhi hotel dan lalu lintas padat, terutama setiap tanggal 18 Agustus saat digelar tradisi tahunan Merti Golong Gilig.

Tradisi ini dikenal sebagai “mudik kedua”, di mana warga perantauan kembali ke kampung tanpa undangan resmi, semata karena rasa kebersamaan dan kecintaan terhadap akar budaya mereka.

Merti Golong Gilig menjadi pesta rakyat, ajang kebersamaan yang dipenuhi berbagai makanan dan minuman tradisional yang disuguhkan gratis oleh warga kampung kepada siapa saja yang datang.

Sajian Kolektif untuk Semua, Tanpa Harga

Warga secara gotong royong menyajikan:

  • Gorengan
  • Jajanan pasar
  • Kue basah
  • Nasi gurih
  • Wedang jahe

Semua sajian ini diletakkan di sepanjang jalan kampung dan tidak diberi label harga.

Wisatawan lokal maupun asing bebas mencicipi hidangan tersebut tanpa dipungut biaya.

"Ambil saja, gratis. Ini suguhan warga," ujar salah satu warga kepada pengunjung.

Bagi warga, berbagi makanan bukan hanya soal kemurahan hati, tetapi juga strategi promosi produk kuliner lokal.

"Gratis bukan berarti tidak butuh uang. Ini bagian dari promosi supaya masakan warga kami dikenal luas. Harapannya, setelah mencoba, orang akan memesan kembali," jelas seorang warga.

Kirab, Gunungan, dan Filosofi Sapu Lidi

Rangkaian Merti Golong Gilig mencakup:

  • Kirab pasukan Bregodo
  • Arak-arakan gunungan berisi camilan
  • Pengikatan sapu lidi sebagai simbol persatuan
  • Penancapan bendera Merah Putih
  • Doa bersama
  • Tradisi perebutan gunungan

Menurut Ketua Panitia, Mahadeva Wahyu Sugianto, acara ini bertujuan sebagai simbol persatuan masyarakat sekaligus ajang promosi potensi kampung.

Filosofi pengikatan sapu lidi melambangkan bahwa satu lidi tak berarti, tapi bila diikat bersama, menjadi kuat—simbol gotong royong dan kekuatan komunitas.

Penancapan bendera Merah Putih menjadi lambang kesepakatan bersama dan semangat kebangsaan.

Warisan Sejarah dan Identitas Budaya

Tradisi ini berakar dari penyatuan dua kampung lama, yaitu Kintelan dan Numbal Anyer, yang kini menjadi Kampung Dipowinatan.

Nama kampung ini berasal dari keberadaan Ndalem Dipowinoto, kediaman seorang pangeran dari Kraton Yogyakarta.

Kini, Merti Golong Gilig juga memperkuat posisi Dipowinatan sebagai kampung wisata budaya yang menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara.

Dengan mengusung semangat kebersamaan, tradisi, dan promosi budaya, tradisi ini menjadi contoh hidup bagaimana warisan lokal dapat diangkat menjadi kekuatan ekonomi dan sosial.

Penulis :
Aditya Yohan