
Pantau - Kepolisian Daerah (Polda) Bali memulangkan 21 anak buah kapal (ABK) KM Awindo 2A yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Pemulangan Korban ke Daerah Asal
Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar Polisi Ariasandy membenarkan pemulangan para korban ke kampung halamannya masing-masing.
"Subdit IV Ditreskrimum Polda Bali secara resmi telah menyerahkan 21 korban kepada Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk dipulangkan ke rumahnya masing-masing," ungkapnya.
Para ABK tersebut berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek, dan Banten.
Proses serah terima dilakukan di Gedung RPK Polda Bali dengan dihadiri Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Bali AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci, Kasubdit Perlindungan Nelayan KKP Hj. Muhammad Iqbal, LBH Bali I Made Andi Winaba, Syahbandar KKP PPN Pengambengan Habibi, serta perwakilan Destructive Fishing Watch Siti Minatun.
Sandy menegaskan langkah ini merupakan bukti nyata komitmen Polda Bali dalam memerangi TPPO.
Kesaksian Korban dan Modus Perekrutan
Kasus ini terungkap saat KM Awindo 2A berlabuh di Pelabuhan Benoa.
Berdasarkan testimoni korban, mereka diduga terjerat utang, penipuan, serta perekrutan yang menyasar kelompok rentan.
Sebagian besar korban adalah pria berusia 18 hingga 23 tahun yang kemudian dibawa ke Polda Bali untuk mendapat perlindungan.
Para korban mengaku identitas berupa KTP ditahan oleh oknum perekrut, termasuk telepon genggam mereka.
Mereka dipaksa bekerja tanpa kontrak, tanpa kepastian hak, jaminan kerja, maupun perhatian terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
Untuk makan, korban hanya diberi enam bungkus mie instan yang dibagi bersama, sehingga masing-masing hanya mendapat sekitar dua sendok mie.
Mereka terpaksa meminum air tawar mentah dari palka penyimpanan kapal, hidup tanpa penerangan, dalam kondisi disekap, serta kesulitan mengakses daratan karena kapal berlabuh di tengah perairan Benoa.
Dalam testimoni tertulis, para korban menyatakan merasa takut, kecewa, ditipu, ingin segera pulang, dan khawatir dicelakai bila kapal kembali berlayar.
Sandy menjelaskan para korban awalnya dijanjikan bekerja di Unit Pengolahan Ikan (UPI) atau perusahaan di Jakarta, Pekalongan, dan Surabaya, bukan di Bali, serta dijanjikan bebas biaya calo.
"Korban diberikan kasbon Rp6 juta diawal sebelum mulai bekerja, namun mereka hanya menerima kisaran Rp2.500.000 karena harus dipotong biaya calo, sponsor, administrasi, cetak KTP, travel, dan biaya-biaya lainnya yang tidak mereka ketahui," ujarnya.
Korban dijanjikan gaji Rp3.400.000 per bulan, tetapi kenyataannya hanya dibayar Rp35.000 per hari.
Saat ini, Polda Bali masih melakukan pengejaran terhadap para pelaku TPPO yang terlibat dalam kasus tersebut.
- Penulis :
- Arian Mesa