
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, selama lebih dari 10 jam pada Senin (8/10), terkait dugaan korupsi dalam pengaturan kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan secara mendalam karena Ditjen PHU merupakan pusat proses teknis dan administratif penyelenggaraan haji.
"Pemeriksaan terhadap Dirjen PHU dilakukan karena unit tersebut memegang kendali utama dalam penyusunan kuota dan kebijakan haji, termasuk dalam penyusunan SK Menteri Agama," ungkap Asep.
KPK Selidiki Asal Usul SK dan Dugaan Intervensi Agen Perjalanan
Penyidik mendalami proses pengaturan kuota haji dan latar belakang usulan yang digunakan dalam penerbitan Surat Keputusan Menteri Agama.
KPK ingin mengetahui apakah keputusan tersebut bersifat bottom up—berasal dari masukan agen perjalanan, atau top down—hasil arahan dari pejabat atasan.
Penyelidikan ini sejalan dengan penyidikan yang dibuka sejak 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus.
Potensi Kerugian Negara Lebih dari Rp1 Triliun, KPK Gandeng BPK
KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam menghitung potensi kerugian negara.
Dalam perhitungan awal, nilai kerugian yang muncul akibat dugaan penyimpangan dalam pengelolaan kuota dan penyelenggaraan haji mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Sebagai langkah pengamanan, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus, termasuk mantan Menag Yaqut.
DPR Temukan Pelanggaran dalam Pembagian Kuota Tambahan
Dugaan korupsi ini juga mendapat sorotan dari DPR RI melalui Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji.
Pansus menemukan kejanggalan dalam pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi.
Tambahan itu dibagi rata, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, yang dinilai melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Pasal tersebut menyatakan bahwa alokasi haji khusus maksimal hanya 8% dari total kuota, sedangkan 92% dialokasikan untuk haji reguler.
Pansus menilai pembagian itu sebagai bentuk penyimpangan serius, dan hasil temuannya kini menjadi bagian penting dalam penyelidikan KPK terhadap dugaan keterlibatan sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Agama.
- Penulis :
- Aditya Yohan