
Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) karena seluruh dalil yang diajukan pemohon tidak terbukti.
Permohonan Ditolak karena Tak Memiliki Dasar Hukum
Permohonan ini diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, KontraS, dan aktivis Inayah W.D. Rahman dalam Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025.
"Menolak permohonan pemohon I sampai dengan pemohon IV untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Rabu.
Selain itu, permohonan yang diajukan oleh Fatiah Maulidiyanty dan Eva Nurcahyani juga dinyatakan tidak dapat diterima.
"Menyatakan permohonan V dan VI tidak dapat diterima," imbuh Suhartoyo.
MK menilai dalil para pemohon bahwa revisi UU TNI dalam Prolegnas Prioritas 2025 dilakukan dengan melanggar prosedur tidak beralasan menurut hukum.
Dalil yang menyebut revisi UU TNI dilakukan dengan mekanisme carry over juga dianggap tidak terbukti.
Demikian pula klaim bahwa revisi UU TNI tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI pasca 1998 dinilai tidak berdasar.
Ruang Partisipasi Publik dan Akses Informasi
Mahkamah menyatakan pemerintah dan DPR telah membuka ruang partisipasi masyarakat dalam proses revisi UU TNI.
Partisipasi dilakukan melalui tatap muka dalam diskusi publik, berbagi informasi secara elektronik di laman resmi, dan kanal YouTube.
"Artinya, pembentuk undang-undang telah menyediakan beberapa pilihan metode atau sarana partisipasi publik, serta tidak ada upaya untuk menghalangi masyarakat yang hendak berpartisipasi dalam proses pembentukan RUU Perubahan Atas Undang-Undang 34/2004 (UU TNI)," ucap Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Terkait polemik rapat konsinyering Panja RUU TNI di hotel, MK menegaskan rapat tersebut terbuka untuk umum sebagaimana risalah rapat.
Masalah dokumen yang tidak bisa diakses publik juga tidak dianggap pelanggaran asas keterbukaan karena informasi sudah disebarkan melalui laman resmi DPR, kanal YouTube, serta pemberitaan media.
"Dengan demikian, berdasarkan fakta hukum tersebut, pembentuk undang-undang telah menyediakan akses melalui laman resmi dan kanal YouTube DPR serta adanya hasil wawancara yang dilakukan oleh media massa dalam setiap tahapan pembahasan RUU a quo (tersebut) telah membuktikan upaya pembentuk undang-undang dalam membuka akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat," kata Guntur.
Putusan Tidak Bulat
Putusan ini tidak diambil secara bulat.
Empat hakim, yakni Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra, serta Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Arsul Sani, menyampaikan dissenting opinion.
Pada hari yang sama, MK juga memutus lima perkara uji formil UU TNI, yakni Perkara Nomor 81, 75, 69, 56, dan 45/PUU-XXIII/2025.
Namun, empat perkara selain Nomor 81 tidak dapat diterima karena seluruh pemohon, yang merupakan mahasiswa, dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum.
- Penulis :
- Arian Mesa








