
Pantau - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyatakan dukungannya terhadap penguatan peran polisi wanita (polwan) serta penerapan kesetaraan gender di lingkungan Kepolisian Republik Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan dalam acara peluncuran buku berjudul Women in Law Enforcement: Mendobrak Gender Trap Polisi Wanita yang digelar di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur.
"Kehadiran dan perspektif perempuan dalam institusi kepolisian bukan sekadar pelengkap, tetapi kebutuhan nyata untuk menciptakan sistem hukum yang adil, manusiawi, dan berpihak pada korban," ungkap Arifah.
Polwan Hadirkan Pendekatan Empatik dan Responsif
Menteri PPPA menyampaikan bahwa kehadiran polwan menghadirkan pendekatan yang lebih sensitif terhadap korban, terutama dalam kasus kekerasan berbasis gender.
Ia menyebut bahwa polwan memiliki pengalaman lapangan yang kaya serta kemampuan dalam menangani kasus-kasus tersebut secara lebih efektif.
"Kehadiran polwan memastikan korban mendapatkan pendampingan empatik, proses investigasi berjalan tepat sasaran, dan risiko trauma tambahan dapat diminimalkan," tegasnya.
Meski demikian, Arifah mencatat bahwa polwan masih menghadapi berbagai hambatan dalam karier, seperti gender trap, stereotip peran, diskriminasi dalam promosi jabatan, hingga beban ganda yang membatasi akses ke posisi strategis.
Perempuan Masih Minoritas di Kepemimpinan Polri
Berdasarkan data Kepolisian Republik Indonesia tahun 2023, jumlah polwan hanya sekitar 8 persen dari total personel Polri.
Lebih lanjut, jumlah perempuan yang menduduki posisi pimpinan tinggi dalam struktur Polri masih jauh lebih sedikit dibanding laki-laki.
Untuk itu, Arifah menekankan pentingnya penerapan pengarusutamaan gender di semua sektor, termasuk pemerintahan, dunia pendidikan, dan institusi kepolisian.
Dengan pendekatan tersebut, perempuan diharapkan memiliki kesempatan yang sama dalam pengambilan keputusan strategis dan kepemimpinan di berbagai bidang.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf