Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Komnas Perempuan Desak Korban KDRT Akses Layanan Pendampingan, Soroti Kasus Pejabat BPJPH

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Komnas Perempuan Desak Korban KDRT Akses Layanan Pendampingan, Soroti Kasus Pejabat BPJPH
Foto: (Sumber: Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan Yuni Asriyanti saat ditemui sela sela kegiatan Napak Reformasi di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur, Sabtu (17/5/2025). ANTARA/Walda Marison.)

Pantau - Komnas Perempuan menegaskan pentingnya korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk segera mengakses layanan pendampingan psikologis, hukum, dan sosial guna memulihkan trauma serta memastikan keselamatan diri, menyusul dugaan KDRT yang dilakukan oleh seorang pejabat publik.

Komnas: Keselamatan dan Pemulihan Korban Harus Jadi Prioritas

Anggota Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, menyatakan bahwa korban KDRT sangat dianjurkan untuk memanfaatkan layanan pendampingan yang tersedia.

"Korban dianjurkan untuk mengakses layanan pendampingan psikologis, hukum, dan sosial yang tersedia di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A), maupun lembaga layanan berbasis masyarakat," ujarnya.

Menurut Yuni, layanan tersebut dapat membantu korban menyusun rencana keselamatan, memperoleh dukungan sosial dan ekonomi, serta memulihkan trauma, terutama bagi korban yang mengalami ketergantungan finansial.

"Korban perlu menempatkan keselamatan diri sebagai prioritas utama. Jika ancaman kekerasan masih ada, penting untuk segera mencari tempat aman, menyimpan bukti kekerasan, dan melaporkan ke aparat penegak hukum agar memperoleh perlindungan hukum, termasuk perintah perlindungan sebagaimana diatur dalam UU TPKS dan UU PKDRT," tegasnya.

Kekerasan di Ruang Publik Picu Stigma dan Normalisasi

Komnas Perempuan juga menyoroti dampak serius dari kekerasan yang terjadi di ruang publik, yang tidak hanya memperparah kondisi psikologis korban, tetapi juga berpotensi menormalisasi kekerasan terhadap perempuan.

"Korban berpotensi mengalami reviktimisasi, jadi bahan omongan, lalu muncul stigma dan tekanan sosial, ada unsur penghinaan, karena tindakan memukul di depan orang banyak bisa dimaknai perempuan boleh diperlakukan seperti itu di depan publik, dan karena pejabat publik yang melakukan ini bisa mengarah pada normalisasi kekerasan di ruang publik, padahal seharusnya ruang publik aman dari segala bentuk kekerasan," kata Yuni.

Pernyataan Komnas Perempuan ini merespons dugaan kekerasan fisik yang dilakukan oleh seorang pejabat Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berinisial M terhadap istrinya.

Insiden tersebut terjadi di kantor BPJPH, Jakarta Timur, pada 17 Agustus 2025, usai pelaksanaan upacara bendera, dan disaksikan oleh sejumlah pegawai.

Penulis :
Ahmad Yusuf