Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Konferensi Kemasan Berkelanjutan Dorong Akselerasi Ekonomi Sirkular di Indonesia

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Konferensi Kemasan Berkelanjutan Dorong Akselerasi Ekonomi Sirkular di Indonesia
Foto: (Sumber: Kegiatan Conference on Packaging in the Circular Economy: Best Approach for Sustainable Business" pada 24 dan 25 September 2025 di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. ANTARA/HO-Panitia konferensi)

Pantau - Federasi Pengemasan Indonesia (Indonesian Packaging Federation/IPF) menyelenggarakan Conference on Packaging in the Circular Economy: Best Approach for Sustainable Business pada 24–25 September 2025 di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai langkah nyata mendorong penerapan ekonomi sirkular dalam industri kemasan.

Executive Director IPF, Henky Wibawa, menyatakan konferensi ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah, LSM, industri, asosiasi, akademisi, hingga organisasi internasional untuk membahas transformasi pengemasan yang inovatif, efisien, dan berkelanjutan.

"Dalam mewujudkan ekonomi sirkular yang prolingkungan melibatkan semua rantai pasok industri pengemasan. Tidak hanya sampah yang ditimbulkan namun juga emisi karbon selama proses produksi," kata Henky.

Tantangan Industri dalam Transisi Ekonomi Sirkular

Henky menjelaskan bahwa saat ini sektor kemasan menghadapi tantangan besar, mulai dari regulasi, kesiapan teknologi, hingga perubahan pola konsumsi pasar, dalam menyambut target Indonesia menuju net zero emission.

Ia menegaskan bahwa konsep ekonomi linier sudah tidak relevan, dan industri dituntut menghasilkan produk kemasan yang bisa digunakan kembali (reuse), bukan sekali pakai dan langsung dibuang.

"Saat ini produk pengemasan dengan plastik maupun kertas yang diambil dari alam dimanfaatkan untuk pengemasan namun kemudian dibuang," ungkap Henky.

Henky juga menyoroti bahwa ketergantungan pada sumber daya alam akan membahayakan ketersediaan bahan baku di masa depan.

"Yang harus mulai dipikirkan adalah memakai kemasan yang bisa dipakai kembali," tambahnya.

Henky menilai bahwa perubahan positif mulai terlihat, namun masih dibutuhkan kolaborasi kuat antara industri, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk mempercepat transisi ini.

Kolaborasi Jadi Kunci Akselerasi

Business Development Director IPF, Ariana Susanti, menyatakan konferensi ini menjadi forum penting untuk menyelaraskan misi keberlanjutan lingkungan dengan strategi bisnis.

"Konferensi ini menjadi pertemuan penting untuk tercapainya misi keberlanjutan lingkungan dengan bisnis yang selaras demi terwujudnya ekonomi sirkular di sektor kemasan Indonesia," ujarnya.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemilik merek, produsen, peritel, regulator, dan peneliti untuk mempercepat adopsi kemasan berkelanjutan, mengurangi limbah, memperpanjang siklus hidup produk, dan membuka peluang bisnis baru.

Konferensi ini menghadirkan pejabat senior dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian, Bappenas, UNIDO Indonesia, dan World Packaging Organisation (WPO).

"Narasumber dari berbagai pemangku kepentingan hadir sebagai pembicara utama. Agar ada kolaborasi, maka kami mempertemukan 'brand owner', 'packaging converter', akademisi, dan pemerintah untuk sinergi mempercepat sirkular ekonomi di Indonesia," jelas Ariana.

Dukungan Pemerintah dan Industri

Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian, Krisna Septiningrum, menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan pembinaan terhadap pelaku industri pengemasan dari hulu ke hilir.

"Kami siap mendukung, kami lebih ke arah pembinaan terhadap industri pengemasan. Nanti kami dukung melalui kebijakan agar terwujud sirkular ekonomi dari hulu sampai dengan hilir," katanya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi Lukman, juga menyampaikan dukungan pelaku industri makanan dan minuman sebagai pengguna kemasan terbesar.

"Kami tak ingin menjadi bagian dari penyebab pencemaran. Produsen juga berkewajiban memikirkan sirkular ekonomi agar masalah sampah tidak menjadi beban bagi planet ini," ujar Adhi.

Ia menegaskan bahwa kolaborasi antar pemangku kepentingan sangat penting karena penanganan sampah bukan hanya tanggung jawab produsen, tetapi juga konsumen dan regulator.

"Agenda konferensi ini sangat lengkap ada wakil dari pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan lembaga internasional," pungkasnya.

Penulis :
Ahmad Yusuf