
Pantau - Komisi XI DPR RI menyoroti semakin beratnya beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat skema subsidi energi berbasis kuota yang menimbulkan biaya kompensasi ketika realisasi subsidi melewati batas kuota.
Beban APBN dan Mekanisme Subsidi
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, menegaskan bahwa konsekuensi dari mekanisme ini harus ditanggung APBN tahun berikutnya.
"APBN di tahun berjalan harus bertanggung jawab terhadap subsidi di tahun sebelumnya dalam bentuk biaya kompensasi," tegas Misbakhun dalam Rapat Kerja Komisi XI bersama Menteri Keuangan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa 30 September 2025.
Ia menekankan perlunya kejelasan mengenai keberlanjutan skema subsidi energi di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan yang baru.
Harus ada kepastian apakah mekanisme ini tetap digunakan atau alokasi subsidi akan bersifat fluktuatif, naik dan turun.
"Karena kompensasi dan subsidi itu grafiknya sama, hanya penyebutan komponennya yang berbeda dalam APBN," ungkap Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Data Kompensasi dan Tunggakan Subsidi
Dalam rapat tersebut, Misbakhun memaparkan data terbaru mengenai kompensasi listrik.
Kompensasi kuartal pertama PLN mencapai Rp27,6 triliun, mencerminkan beban subsidi tahun 2024 yang belum terbayarkan dan akan menjadi biaya kompensasi di tahun 2025.
Selain kompensasi yang menumpuk, ia juga menyoroti adanya tunggakan lain yang belum diselesaikan.
Tunggakan tersebut meliputi diskon listrik sekitar Rp13,6 triliun serta kekurangan subsidi tahun 2024 sebesar Rp3,82 triliun.
Misbakhun meminta pemerintah mengecek kembali data tersebut karena ada indikasi belum seluruh kewajiban subsidi dibayarkan.
Penekanannya bukan untuk saling menyalahkan, melainkan memperbaiki tata kelola keuangan negara.
"Kita ingin memperbaiki tata kelola. Jangan sampai BUMN-BUMN yang mendapatkan tugas PSO, kemudian kewajiban finansialnya tidak segera ditunaikan," pungkasnya.
- Penulis :
- Shila Glorya