
Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatalkan kewajiban kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) setelah mengabulkan uji materi yang diajukan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
Putusan MK atas Uji Materi KSBSI
MK melalui Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024 pada akhir September 2025 menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera inkonstitusional bersyarat.
Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa pasal inti, yakni Pasal 7 ayat (1), bertentangan dengan UUD 1945 karena mewajibkan setiap pekerja dan pekerja mandiri berpenghasilan minimal upah minimum menjadi peserta Tapera.
“Tapera pada hakikatnya adalah tabungan, sehingga seharusnya bersifat sukarela sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,” ungkap hakim konstitusi dalam pertimbangannya.
MK menilai kewajiban Tapera mengubah sifat tabungan dari sukarela menjadi pungutan memaksa, yang tidak sejalan dengan Pasal 23A UUD 1945 maupun Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 tentang tanggung jawab negara terhadap kelompok rentan.
Tapera Dinilai Memberatkan dan Tumpang Tindih
Dalam pertimbangannya, MK menyebut kewajiban Tapera justru membebani pekerja, termasuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 memperluas kewajiban Tapera kepada ASN, TNI/Polri, pejabat negara, hingga pekerja swasta, sehingga menimbulkan beban ganda bagi para pekerja.
“Norma kewajiban Tapera menggeser peran negara dari penjamin menjadi pemungut iuran,” tegas hakim MK.
Selain itu, Tapera tidak membedakan pekerja yang sudah memiliki rumah atau belum, sehingga dinilai tidak adil.
MK juga menyinggung keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang telah mengatur kemudahan pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Tanpa Tapera, pekerja tetap bisa mengakses program kepemilikan, pembangunan, dan renovasi rumah melalui skema lain seperti BPJS Ketenagakerjaan, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Jaminan Hari Tua (JHT), Taspen untuk ASN, serta Asabri untuk TNI/Polri/ASN Kementerian Pertahanan.
Pasal Inti Dibatalkan, UU Kehilangan Dasar Konstitusional
KSBSI sempat meminta agar kata “wajib” diubah menjadi “dapat”.
Namun, MK menolak dengan alasan perubahan tersebut akan merusak logika normatif Tapera karena mekanisme kewajiban pendaftaran, pembayaran, hingga sanksi tidak akan memiliki kepastian hukum.
Dengan dibatalkannya Pasal 7 ayat (1), seluruh ketentuan lain dalam UU Tapera kehilangan dasar konstitusional.
Akibatnya, tidak ada lagi kewajiban pekerja maupun pemberi kerja untuk menjadi peserta Tapera.
MK menilai persoalan utama bukan hanya satu pasal, melainkan desain hukum Tapera secara keseluruhan, yang pada praktiknya hanya berakhir pada pengembalian simpanan tanpa menjamin kepemilikan rumah layak dan terjangkau.
DPR dan Pemerintah Wajib Menata Ulang
Meski dinyatakan inkonstitusional, UU Tapera tidak langsung dibatalkan demi mencegah kekosongan hukum dan gangguan administratif.
MK memberi waktu maksimal dua tahun kepada DPR dan pemerintah untuk menata ulang desain pemenuhan hak atas rumah sesuai amanat UUD 1945 dan UU Perumahan serta Kawasan Permukiman.
Dalam pesan putusannya, MK menekankan agar penataan ulang memperhatikan pendanaan, sistem pembiayaan, prinsip keadilan sosial, perlindungan kelompok rentan, serta kesesuaian dengan peraturan perundangan lain.
- Penulis :
- Leon Weldrick