
Pantau - Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Provinsi Aceh pada Senin (6/10/2025) untuk menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran terhadap mitra kerja penegakan hukum dan lembaga terkait di daerah.
Soroti Reformasi Polri, Antikorupsi, dan Kejahatan Siber
Kunjungan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Indra Permana Soediro, bersama anggota dari berbagai fraksi.
Selama berada di Banda Aceh, tim Komisi III mengadakan pertemuan dengan Polda Aceh, Kejaksaan Tinggi Aceh, dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh, serta berdialog dengan akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.
Dalam pertemuan dengan Kapolda Aceh, Irjen. Pol. Marzuki Ali Basyah, dibahas sejumlah isu utama seperti pagu anggaran tahun 2025, program prioritas kepolisian, dan evaluasi penegakan hukum di wilayah.
Komisi III menyoroti pemberantasan korupsi, mafia tanah, narkotika, serta kejahatan siber sebagai isu krusial.
Dede menyatakan pentingnya reformasi kultur Polri, peningkatan akuntabilitas SDM, dan penguatan pengawasan internal.
“Selain itu, pendekatan Polri yang lebih humanis dan kreatif diharapkan dapat memperkuat kemitraan dengan masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban,” ujarnya.
Bahas Restorative Justice dan Penguatan Hukum Lokal
Dalam pertemuan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Yudi Triadi, pembahasan mencakup evaluasi penanganan perkara, pengembalian kerugian negara, dan penerapan keadilan restoratif.
Komisi III memberikan apresiasi atas upaya penyelamatan aset negara dan mendorong optimalisasi tata kelola internal.
Dede menilai pentingnya penjaminan mutu organisasi, pendidikan berkelanjutan bagi aparat, serta pengawasan melekat untuk mewujudkan sistem peradilan yang bersih dan transparan.
Pertemuan dengan Plt. Kepala BNNP Aceh, Hasnanda Putra, menyoroti pemetaan jaringan peredaran narkotika dan efektivitas program pencegahan serta rehabilitasi.
Beberapa program prioritas yang disorot antara lain ketahanan keluarga anti-narkoba di desa bersinar, rehabilitasi penyalahguna, dan sinergi lintas instansi.
Komisi III mendorong pendekatan humanis dan rehabilitatif dalam penanganan narkotika, agar mencakup aspek sosial dan kemanusiaan.
Sebagai bagian dari fungsi legislasi, Komisi III juga berdialog dengan akademisi hukum Universitas Syiah Kuala, termasuk Dr. M. Gaussyah, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum.
Diskusi membahas evaluasi pelaksanaan KUHAP dan penyusunan Rancangan Undang-Undang KUHAP (RKUHAP).
Para akademisi menekankan pentingnya penyesuaian RKUHAP dengan perkembangan hukum modern dan HAM, terutama dalam pengaturan alat bukti elektronik, mekanisme SPDP, serta prinsip keadilan restoratif dan kepastian hukum.
Mereka juga menyarankan agar Qanun sebagai nilai hukum lokal Aceh turut diakomodasi agar RKUHAP lebih kontekstual dan berkeadilan.
Dari seluruh rangkaian pertemuan, Komisi III memperoleh berbagai masukan strategis sebagai bahan perumusan kebijakan nasional di bidang hukum dan keamanan.
Komisi III menegaskan komitmennya untuk terus mengawal profesionalisme lembaga penegak hukum, memperkuat regulasi nasional, dan memastikan sistem peradilan yang adil bagi seluruh warga negara.
“Kunjungan ini bukan sekadar agenda rutin, melainkan bagian dari upaya kami memastikan hukum bekerja untuk keadilan masyarakat. Aceh memberikan banyak pelajaran tentang bagaimana nilai-nilai lokal dapat memperkuat hukum nasional,” tutup Dede.
- Penulis :
- Aditya Yohan