billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Program Cofiring PLTU Bengkayang Libatkan Ibu Rumah Tangga, Dorong Energi Bersih dan Pemberdayaan Perempuan

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Program Cofiring PLTU Bengkayang Libatkan Ibu Rumah Tangga, Dorong Energi Bersih dan Pemberdayaan Perempuan
Foto: (Sumber: Selawati warga Desa Duri 2, kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah , Kalbar sedang memasukan serbuk kayu sisa ke dalam karung. (ANTARA/Narwati).)

Pantau - Di balik suplai listrik bersih dari PLTU Bengkayang, Kalimantan Barat, tersembunyi peran signifikan para ibu rumah tangga yang terlibat dalam program cofiring biomassa, yaitu pencampuran limbah kayu ke dalam pembakaran batu bara sebagai bagian dari transisi energi bersih nasional.

Limbah Serbuk Kayu Jadi Sumber Penghidupan

Teknologi cofiring mulai diterapkan di PLTU Bengkayang sejak Juli 2024 dengan memanfaatkan sisa olahan kayu seperti serbuk gergaji (sawdust) sebagai bahan bakar tambahan.

Para ibu rumah tangga dari desa-desa sekitar turut berkontribusi dengan mengumpulkan limbah serbuk gergaji untuk disuplai ke fasilitas cofiring.

Selawati, ibu rumah tangga berusia 21 tahun dari Desa Duri 2, Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, merupakan salah satu yang terlibat aktif.

"Dulu saya cari kayu cerocok ke hutan, satu jam naik perahu. Sekarang tinggal kumpulkan sawdust depan rumah," ujarnya.

Kini, Selawati dan suaminya rutin mengumpulkan 50–60 karung serbuk kayu per hari.

Setiap karung dihargai Rp4.000 oleh PT Senator Karya Manages (SKM), mitra PLN dalam pengadaan biomassa.

Meski tinggal berdekatan dengan proyek besar nasional seperti Smelter PT BAI dan Pelabuhan Internasional Kijing, penghasilan dari pengumpulan limbah kayu tetap menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.

Puluhan ibu rumah tangga lainnya di desa tersebut juga menggantungkan hidup dari aktivitas serupa.

Pemberdayaan Perempuan Lewat Energi Terbarukan

Program cofiring ini tak hanya mendukung pengurangan emisi karbon, tetapi juga membuka peluang kerja informal yang memberdayakan perempuan, terutama yang sebelumnya bekerja sebagai buruh kasar atau tidak berpenghasilan tetap.

Di Desa Megatimur, Sungai Ambawang, Kubu Raya, Baiti (25 tahun) merasakan langsung dampaknya.

Ia kini bekerja di fasilitas produksi biomassa milik CV Rezeki Insan Lestari (RIL), mitra PLN penyedia wood chip untuk PLTU Bengkayang.

Setiap pagi, Baiti dan temannya Apung mendorong gerobak berisi potongan kayu menuju mesin pencacah.

" Saya dibayar Rp75 ribu per hari. Dulu cuma dapat Rp50 ribu per hari sebagai buruh cuci," ucap Baiti.

Dengan pendapatan yang lebih baik, Baiti kini bisa menabung dan mengikuti arisan mingguan — hal yang sebelumnya sulit ia lakukan.

Jam kerjanya juga ramah keluarga, yakni pukul 08.00–11.00 dan dilanjutkan pukul 13.00–17.00.

Program cofiring memberi ruang bagi para perempuan untuk tetap menjalankan peran ganda sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah, tanpa harus tersisih dari dinamika pembangunan energi bersih nasional.

Penulis :
Aditya Yohan