
Pantau - Jakarta, 13 Oktober 2025 – Menanggapi siaran pers Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) tanggal 12 Oktober 2025, yang sudah dimuat di beberapa media, Kementerian Pariwisata perlu menjelaskan
beberapa hal yang menjadi keberatan GIPI.
1. Bahwa Perubahan Ketiga Undang Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah hak inisiatif DPR RI dan dalam proses penyusunannya telah dibahas bersama Pemerintah dan Industri Kepariwisataan secara terbuka dan telah dilakukan berbagai rangkaian konsultasi publik.
2. Tentang Pelibatan asosiasikepariwisataan tercantum dalam Bab IV Pasal 8 ayat (2) huruf j yang membahas ekosistem kepariwisataan.
Dalam Bab VII Pasal 22 tercantum bahwa setiap pelaku usaha pariwisata berhak membentuk dan menjadi anggota asosiasi
kepariwisataan. Atas dasar tersebut maka asosiasi kepariwisataan dapat tetap berperan dalam membangun serta mengembangkan pariwisata Indonesia.
3. Koordinasi dan hubungan kemitraan strategis antara pemerintah dan pelaku industri pariwisata tetap dapat diatur secara lebih fleksibel melalui peraturan pelaksana ataupun mekanisme kerja sama lain sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan sektor pariwisata.
4. Kementerian Pariwisata memahami pentingnya pembentukan Tourism Board dalam pengembangan Pariwisata Indonesia. Namun, dalam konsultasi Pemerintah dan DPR RI disepakati untuk tidak mengatur pembentukan badan dan nomenklatur/ tugas fungsi badan baru, karena Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebelumnya sudah diatur dalam UU No.10 Tahun 2009.
5. Menanggapi usulan GIPI soal konsep Badan Layanan Umum Pariwisata (BLU Pariwisata) dengan membuat pungutan dari Wisatawan Mancanegara. Perlu kami jelaskan bahwa menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dalam Pasal 1 Ayat 1 tertulis:
“Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa Mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.”
Aturan lebih lanjut mengenai BLU selanjutnya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum Nomor 129/PMK.05/2020.
6. GIPI mengatakan bahwa: “Dalam Undang-Undang tentang Kepariwisataan yang ditetapkan pada tanggal 2 Oktober 2025, ternyata konsep pungutan dari Wisatawan Mancanegara usulan GIPI diambil oleh Pemerintah.”
Perlu kami tegaskan bahwa konsep pungutan wisatawan mancanegara merupakan usulan DPR RI.
7. Menanggapi pernyataan bahwa: “Pemerintah tidak bisa hanya menikmati pendapatan berupa Devisa, Pajak dan PNBP dari sektor pariwisata tanpa membantu Industri Pariwisata untuk terus mengembangkan pasarnya.”
Kami sampaikan bahwa Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata, selalu memfasilitasi industri pariwisata melalui
kebijakan, antara lain:
- PPh 21 DTP untuk Pekerja di sektor terkait pariwisata dengan gaji dibawah 10 juta Rupiah.
- Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi selama 6 bulan, termasuk untuk lulusan baru (D1-D4 dan S1) yang akan bekerja di sektor pariwisata.
- Anggaran pemasaran Kementerian Pariwisata digunakan untuk mempromosikan destinasi pariwisata dan memfasilitasi industri pariwisata dalam mempromosikan produk pariwisata.
- Memfasilitasi sertifikasi dan pelatihan berbasis kompetensi untuk tenaga kerja pariwisata.
- Dukungan untuk meningkatkan promosi dan standar usaha pariwisata. Hal ini tercerminkan dalam berbagai kegiatan ataupun program Kementerian Pariwisata untuk industri pariwisata/pelaku usaha.
- Surat Edaran Menteri Pariwisata Nomor SE/4/HK.01.03/MP/2025 tentang Himbauan Pendaftaran Perizinan Berusaha Bagi Pelaku Usaha Penyediaan Akomodasi Pariwisata yang bertujuan untuk menciptakan kondisi berusaha yang adil dan imbang lintas pelaku usaha pariwisata.
Demikian tanggapan kami atas beberapa poin yang disampaikan GIPI dalam siaran persnya. Tanggapan ini kami berikan agar media dapat memberikan pandangan dari sisi Pemerintah.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf