billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pemerintah Perkuat Komunikasi Iklim Jelang COP30: Dorong Narasi Tunggal dan Kolaborasi Lintas Sektor

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Pemerintah Perkuat Komunikasi Iklim Jelang COP30: Dorong Narasi Tunggal dan Kolaborasi Lintas Sektor
Foto: (Sumber: Suasana pertemuan Green Editor Forum di gagas organisasi Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) atau Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia menghadirkan perwakilan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) dan editor media lainnya membahas persiapan penguatan narasi Indonesia dalam forum global Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belem, Brasil pada November 2025, di Jakarta. ANTARA/HO-Dokumentasi SIEJ.)

Pantau - Pemerintah Indonesia memperkuat koordinasi lintas lembaga, masyarakat sipil, dan media untuk menyatukan langkah dan memastikan narasi tunggal Indonesia disampaikan secara kuat di forum global, menjelang pelaksanaan Conference of the Parties (COP30) di Belem, Brasil pada November 2025.

Langkah ini bertujuan untuk menyederhanakan penyampaian informasi perubahan iklim yang bersifat teknikal agar mudah dipahami oleh publik dan pemangku kepentingan.

Hal tersebut disampaikan oleh Yulia Suryanti dari Humas Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH)/Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam keterangan pers di Makassar, Jumat (17/10).

Strategi Komunikasi Terpadu dan Kesiapan Menuju COP30

Dalam forum Green Editor Forum yang digagas oleh Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), Yulia menegaskan pentingnya strategi komunikasi terpadu agar isu perubahan iklim tidak hanya dimengerti secara teknis, tapi juga dapat menjangkau pemahaman masyarakat luas.

Yulia menyampaikan bahwa COP30 menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan dalam memperjuangkan komitmen iklim nasional.

KLH sebagai National Focal Point (NFP) bertanggung jawab memastikan seluruh pemangku kepentingan berbicara dengan satu suara di forum internasional.

"COP30 bukan hanya forum negosiasi, tapi juga ajang menunjukkan bahwa isu iklim bisa menjadi peluang pembangunan berkelanjutan. Kami ingin memperlihatkan bahwa Indonesia mampu memanfaatkannya untuk mendorong ekonomi hijau," ungkapnya.

Saat ini, BPLH/KLH sedang menyiapkan strategi komunikasi terpadu dengan melibatkan jurnalis dan mitra media dalam pembahasan solusi perubahan iklim.

"Lucu kalau kita berdebat di luar negeri, tapi tidak satu suara di dalam negeri. Karena itu kami dorong pemahaman bersama dan penguatan kapasitas komunikasi, baik di pusat maupun daerah," ia mengungkapkan.

Peran Masyarakat Sipil dan Media dalam Mendorong Keadilan Iklim

Torry Kuswardono dari Yayasan Pikul menegaskan pentingnya partisipasi publik dalam menyusun posisi Indonesia di COP30.

"Krisis iklim adalah persoalan struktural. Kalau akar ketimpangan tidak diatasi, kebijakan iklim hanya akan melahirkan ketidakadilan baru," ungkapnya.

Sebanyak 36 organisasi masyarakat sipil kini tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARKI), yang aktif mendorong kebijakan iklim berpihak pada kelompok rentan.

Aliansi ini juga mendorong agar kebijakan iklim didasarkan pada konstitusi, termasuk pengakuan terhadap masyarakat adat sebagaimana tercantum dalam Pasal 18B dan 28 UUD 1945.

"Kami ingin negara setia pada konstitusi, bukan hanya pada target iklim di atas kertas," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum SIEJ, Joni Aswira Putra, menyatakan bahwa media memiliki peran strategis dalam memperkuat narasi iklim Indonesia di COP30.

Menurut Joni, liputan iklim harus berbasis sains, berpihak pada keadilan, dan mengangkat solusi nyata di tingkat lokal.

"Editor memegang peran penting memastikan itu terjadi di ruang redaksi. Kolaborasi antara media, pemerintah, dan masyarakat sipil menjadi kunci, agar pemberitaan mengenai komitmen iklim Indonesia semakin transparan dan berdampak," ujarnya.

Penulis :
Ahmad Yusuf