billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

“Lo Jual, Gua Beli”: Pameran Arsip yang Menghidupkan Lima Abad Sejarah Perdagangan Jakarta

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

“Lo Jual, Gua Beli”: Pameran Arsip yang Menghidupkan Lima Abad Sejarah Perdagangan Jakarta
Foto: (Sumber: Seorang pengunjung melihat salah satu koleksi arsip dalam pameran arsip "Lo Jual, Gua Beli" di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025). Pameran ini berlangsung pada 14-22 Oktober 2025. ANTARA/Lia Wanadriani Santosa.)

Pantau - Jakarta sejak dulu dikenal sebagai kota dagang, dari zaman kapal jung hingga era checkout online, di mana kehidupan kota ini tak lepas dari aktivitas jual-beli, negosiasi, dan selera masyarakat yang terus berkembang.

Pameran Arsip dengan Bahasa Sehari-hari

Narasi tersebut menyambut pengunjung yang memasuki area pameran kearsipan bertajuk “Lo Jual, Gua Beli” di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.

Pameran ini berlangsung pada 14–22 Oktober 2025 dan dikurasi oleh Rifandi S Nugroho bersama Teuku Reza.

Keduanya mengajak pengunjung menyelami sejarah perdagangan dan konsumerisme yang menjadi benang merah perjalanan Jakarta selama lima abad.

‘Lo Jual, Gua Beli’ digunakan sebagai bahasa pasar yang dipakai secara metaforik untuk menggambarkan narasi sejarah lima abad Jakarta sebagai kota dagang,” ungkap Rifandi.

Para kurator dan tim meninggalkan format pameran arsip akademik yang kaku, lalu memilih menyampaikan narasi dalam bahasa sehari-hari agar mudah dinikmati semua kalangan.

Walau menggunakan bahasa yang terkesan gaul, pameran ini tidak ditujukan khusus untuk anak muda.

Menurut Teuku Reza, pemilihan bahasa tersebut dilakukan karena arsip sering dianggap tua dan sejarah terasa berat bagi sebagian orang.

Kami ingin menyampaikan kisah sejarah dengan cara sederhana dan mudah dipahami,” ia mengungkapkan.

Pemilihan diksi ini juga dianggap merepresentasikan gaya khas Jakarta yang dinamis dan terbuka terhadap perubahan zaman.

Menelusuri Jejak Perdagangan Jakarta

Gubernur Jakarta Pramono Anung menilai judul pameran tersebut sangat mencerminkan karakter anak muda, budaya Betawi, serta identitas Jakarta yang terbuka dan adaptif.

Pameran ini menelusuri perjalanan sejarah perdagangan Jakarta dalam beberapa bagian berdasarkan karakter transaksi dan pusat jual-beli.

Bagian pertama, Kisah Perebutan Kota Bandar (1527–1900), menggambarkan perebutan pelabuhan Sunda Kelapa antara raja, saudagar, dan penjajah.

Bagian kedua, Kolonialisme dan Konsumerisme (1900–1942), menyoroti masa ketika iklan, toko serba ada, dan gaya hidup modern mulai mengubah wajah Batavia.

Bagian ketiga, Transaksi di Era Perang (1942–1949), memperlihatkan perjuangan masyarakat berdagang di tengah kelangkaan dan ketakutan.

Bagian keempat, Belanja dan Pembentukan Bangsa (1950–1965), menggambarkan proses nasionalisasi perdagangan hingga berdirinya Sarinah sebagai simbol kemandirian Indonesia.

Bagian kelima, Modernisasi Perbelanjaan dan Booming Mall (1970–1990-an), menampilkan kisah penataan ulang pasar di Jakarta serta masuknya kembali produk impor dengan semangat efisiensi dan gaya hidup baru.

Bagian terakhir, Transaksi dan Media Kita (2000-an ke atas), menunjukkan bagaimana ruang belanja berpindah dari papan neon dan LED ke push notification serta pergeseran sistem pembayaran dari uang tunai ke non-tunai.

Dokumen, foto, dan bukti material lain yang menampilkan pola perdagangan, jaringan distribusi, serta lokasi komersial penting di Jakarta turut dipamerkan sebagai bukti visual perjalanan ekonomi ibu kota.

 

Penulis :
Ahmad Yusuf