billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Hari Santri 22 Oktober: Dari Resolusi Jihad hingga Warisan Tradisi Pendidikan Nusantara

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Hari Santri 22 Oktober: Dari Resolusi Jihad hingga Warisan Tradisi Pendidikan Nusantara
Foto: (Sumber: Santri menata hasil karya seni lukisan kaca wajah ulama KH. Maimun Zubair dan Gus Baha saat pameran produk UMKM pada peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Selasa (21/10/2025). Pameran produk UMKM yang diikuti sebanyak 72 pelaku usaha merupakan rangkaian peringatan Hari Santri Nasional serta upaya peningkatan ekonomi masyarakat, pesantren dan santri di Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Nirza/agr/foc.)

Pantau - Bangsa Indonesia memperingati Hari Santri setiap tanggal 22 Oktober, sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi besar kaum santri dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan jati diri bangsa.

Penetapan tanggal tersebut merujuk pada peristiwa historis, ketika KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menyerukan Resolusi Jihad yang menyatakan bahwa membela bangsa dan tanah air adalah bagian dari iman.

Resolusi Jihad tidak hanya menjadi seruan politik, tetapi juga merupakan panggilan moral dan spiritual bagi umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman penjajahan.

Seruan tersebut memicu semangat perjuangan para santri dan pejuang di Surabaya, yang kemudian dikenang sebagai peristiwa heroik Hari Pahlawan pada 10 November.

Makna Santri dalam Berbagai Dimensi

Dalam arti sempit, santri adalah mereka yang belajar ilmu agama Islam di pesantren dengan berguru kepada kyai, baik secara mukim (tinggal menetap) maupun kalong (tidak menetap).

Secara lebih luas, istilah santri mencakup pelajar agama yang menimba ilmu di madrasah, mushalla, hingga masjid.

Adapun dalam pengertian yang paling luas, santri adalah siapa saja yang menuntut ilmu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.

Di berbagai daerah, terutama di Jawa Barat, tradisi mengenakan atribut santri seperti sarung, kopiah, dan baju koko oleh siswa, guru, dan ASN setiap tanggal 22 menjadi simbol penghormatan terhadap nilai-nilai kesederhanaan, kesantunan, dan keikhlasan.

Menariknya, baju koko yang menjadi ciri khas santri ternyata berasal dari busana masyarakat Tionghoa, menunjukkan adanya unsur akulturasi budaya dalam tradisi santri.

Akar Historis dan Budaya Santri

Istilah "santri" memiliki akar sejarah yang panjang dalam pendidikan Nusantara dan bukan merupakan istilah yang lahir begitu saja.

Cendekiawan Muslim Nurcholis Madjid menyebut bahwa kata “santri” berasal dari bahasa Sanskerta sastri, yang berarti “orang yang melek huruf” atau “cendekia”.

Ada juga pendapat yang mengaitkan istilah ini dengan kata cantrik, yaitu murid yang tinggal dan belajar kepada seorang empu di padepokan.

Sistem pendidikan pesantren merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan tradisional Nusantara yang telah eksis jauh sebelum kedatangan Islam.

Oleh karena itu, pesantren bukanlah institusi asing, melainkan wujud akulturasi antara ajaran Islam dan tradisi lokal yang sudah mapan dan mengakar kuat dalam budaya bangsa Indonesia.

Penulis :
Ahmad Yusuf