billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Buya Syakur: Toleransi Beragama Ibarat Mengakui Istri Sendiri Paling Cantik Tanpa Merendahkan Istri Orang Lain

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Buya Syakur: Toleransi Beragama Ibarat Mengakui Istri Sendiri Paling Cantik Tanpa Merendahkan Istri Orang Lain
Foto: (Sumber: Seorang pengunjung mengunjungi pameran “Gus Dur dan Daisaku Ikeda untuk Kemanusiaan: Dialog Peradaban untuk Toleransi dan Perdamaian” di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (13/10/2025). (ANTARA/HO-Humas Yayasan Bani Abdurrahman Wahid))

Pantau - KH Buya Syakur Yasin, Pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan, Indramayu, Jawa Barat, memberikan pandangan menarik tentang bagaimana memahami toleransi beragama melalui analogi sederhana namun mendalam: pengakuan seorang suami terhadap kecantikan istrinya.

Keyakinan Tak Harus Menyingkirkan Penghormatan

Toleransi antarumat beragama, menurut Buya Syakur, seringkali memunculkan dilema batin bagi para pemeluk agama, termasuk umat Islam.

Di satu sisi, setiap orang harus meyakini bahwa agamanya adalah yang paling benar.

Namun, di sisi lain, mereka juga dihadapkan pada kenyataan bahwa pemeluk agama lain memiliki keyakinan yang sama terhadap agamanya masing-masing.

Dilema ini menjadi tantangan dalam membangun sikap saling menghargai dan hidup berdampingan secara damai.

Buya Syakur memberikan ilustrasi sederhana: seperti halnya seorang suami yang meyakini bahwa istrinya adalah yang paling cantik di dunia, ia juga harus memahami bahwa suami lain pun memiliki keyakinan yang sama terhadap istrinya masing-masing.

Dengan begitu, tidak perlu ada perdebatan atau konflik tentang siapa yang istrinya paling cantik.

"Begitulah cara seseorang seharusnya menempatkan keyakinan terhadap agama yang dianut, sambil tetap menghargai keyakinan orang lain terhadap agamanya sendiri," terangnya.

Intoleransi Timbulkan Kekacauan, Toleransi Bangun Perdamaian

Sikap intoleran, menurut Buya Syakur, menjadi pemicu utama kekacauan dan permusuhan antarumat beragama.

Intoleransi muncul ketika satu kelompok memaksakan klaim bahwa hanya agama mereka yang benar dan menolak pengakuan terhadap keyakinan kelompok lain.

Dalam pandangannya, cara pandang inklusif dan saling menghormati adalah kunci untuk mencegah pertikaian dan menciptakan harmoni sosial.

"Ketika terpaksa ada masalah, maka dengan landasan kasih sayang, tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan dengan akhir yang baik," ujar Buya Syakur.

Penekanan utamanya adalah bahwa toleransi harus dibangun atas dasar pemahaman, penghormatan, dan kasih sayang—bukan dominasi atau pemaksaan.

Penulis :
Aditya Yohan