billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kisah Dai Transformatif: Budidaya Jamur Tiram dan Jalan Dakwah Produktif

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Kisah Dai Transformatif: Budidaya Jamur Tiram dan Jalan Dakwah Produktif
Foto: Ustaz Sofwan Ismail merupakan Dai Transformatif yang ditugaskan Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) di Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di sana ia merealisasikan pesan dakwah menjadi gerakan ekonomi yang memberdayakan umat

Pantau - Ustaz Sofwan Ismail merupakan Dai Transformatif yang ditugaskan Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) di Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di sana ia merealisasikan pesan dakwah menjadi gerakan ekonomi yang memberdayakan umat.

Ketika kami tiba di Desa Cikawari pada Sabtu, 18 Oktober 2025, Ustaz Sofwan Ismail sedang masyuk memadatkan serbuk kayu ke dalam plastik bening untuk membuat baglog (media tanam bibit jamur tiram). Dengan bantuan mesin pemadat, pembuatan baglog ini terasa ringan dan memangkas waktu. Sejak pagi sampai kami datang pada siang hari ia sudah membuat sekitar 50 buah baglog seberat 1,5 kilogram per satu buahnya.  

Hari itu atau seperti hari-hari biasanya ia dibantu oleh Pak Odi, salah seorang penerima manfaat dari program budidaya jamur tiram yang ia gagas di Desa Mekarmanik.  

Ustaz Sofwan bercerita kepada kami. Budidaya jamur tiram telah ia mulai sejak 2024 dan sampai saat ini ada 10 orang yang mendapat manfaat (salah satu asnaf penerima zakat) dari setiap panennya. Awal mulanya ia membeli 250 baglog. Setelah digarap hasil panen jamur tiram langsung dikirim ke pasar untuk dijual.  

“Alhamdulillah setelah dibudidaya menghasilkan juga. Setiap penerima manfaat itu menghasilkan 300 ribu rupiah per bulan atau 1,2 juta rupiah per 4 bulan. Karena siklus baglog jamur tiram itu habisnya setiap 4 bulan,” kata Ustaz Sofwan.

Setelah tiga kali melewati siklus panen atau sekitar 12 bulan, produksi jamur tiram terus berkembang. Saat ini setidaknya ada tiga ribu baglog jamur tiram yang dikelola. Dan selama itu juga Ustaz Sofwan terus belajar, mengevaluasi, dan mengembangkan budidaya jamur tiram ini untuk hasil yang lebih baik. Salah satu hasilnya adalah kesanggupan untuk memproduksi bibit dan baglog sendiri.

Ustaz Sofwan bilang membuat bibit dan baglog sendiri dapat menekan biaya produksi. Sehingga hasil yang didapat penerima manfaat bisa lebih banyak.  

“Akhirnya sekarang, hasil dari belajar, saya bersama para penerima manfaat mengerjakan bibit dan baglog sendiri. Agar nantinya penghasilan penerima manfaat bisa naik. Terutama target saya di tahun 2026 penerima manfaat bisa memperoleh setara UMR Bandung,” ucap Ustaz Sofwan penuh optimisme.  

Penerima manfaat budidaya jamur tiram yang dipilih oleh Ustaz Sofwan adalah salah satu dari delapan asnaf penerima zakat. Dalam hal ini adalah fakir miskin, di antaranya orang tua yang sudah tak mampu lagi bekerja secara keras, petani yang terlalu miskin untuk memiliki tanah, dan para buruh serabutan yang tak punya penghasilan  tetap.  

“Inisiatif budidaya jamur tiram ini datang dari masyarakat sendiri. Setiap malam kami selalu ngobrol sama jamaah masjid. Terutama jamaah yang notabene asnaf zakat. Mereka suka mengeluhkan tentang ekonomi mereka. Setelah saya berhasil mencoba dari sedikit jamur tiram itu, mereka mau ikut mencoba juga. Akhirnya setelah sekian bulan berhasil  dan terus berkembang,” ujar Ustaz Sofwan.  

Menguatkan ekonomi umat lewat budidaya jamur tiram adalah satu dari banyak hal yang dilakukan Ustaz Sofwan di Desa Mekarmanik.  

Ustaz Sofwan bercerita tentang upayanya menghidupkan kegiatan mengaji di masjid. Dulu, sebelum ia datang, masjid kerap sepi. Seolah hanya berdiri sebagai simbol. Namun setelah kedatangannya, masjid menjadi ramai. Anak-anak, remaja, hingga orang tua ikut menghidupkan masjid.  

Dibantu istrinya, Ustaz Sofwan  mendirikan Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) untuk anak-anak. Sekitar 60 anak terdaftar dalam kegiatan belajar mengaji Al-Quran ini.  

“Awalnya bersama istri bikin kegiatan kecil-kecil aja untuk anak-anak, sembari saya juga mengajarkan dua anak saya belajar mengaji. Setelah beberapa lama ternyata banyak orang tua yang bawa anaknya untuk ikut mengaji. Sampai akhirnya diajak salah satu PAUD untuk dijadikan satu cabangnya,” cerita Ustaz Sofwan.  

Tidak hanya anak-anak, Ustaz Sofwan pun membuat jadwal belajar agama untuk para orang tua setiap tiga hari dalam satu pekan. Lewat pengajian itu ia mengajarkan banyak hal tentang Islam, terutama fikih.  

“Alhamdulillah setelah adanya Dai Transformatif, Ibu-ibu dan Bapak-bapak yang tadinya tidak ikut mengaji, sekarang jadi banyak yang mengaji. Dan banyak yang mempelajari ilmu agama lebih dalam,” kata Ustaz Sofwan.  

Ia percaya dakwah tidak patut berhenti di balik mimbar, tetapi harus berdampak pada hal paling nyata dalam kehidupan umat. Menurutnya, Dai Transformatif bak lentera yang mampu menghalau kegelapan lewat cahaya terangnya.  

Tanggung jawabnya dalam mengemban tugas sebagai Dai Tranformatif tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selalu ada tantangan yang perlu dilaluinya. Namun, ia bertopang pada satu kutipan, yang terus melahirkan sikap istiqomah di dalam hatinya:  

“Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya,” pungkas Ustaz Sofwan.  (Muhammad Afriza Adha/ID Humanity Dompet Dhuafa)

Penulis :
Arian Mesa