
Pantau - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) telah menutup sebanyak 2.458.934 situs dan konten terkait judi online sejak 20 Oktober 2024 hingga 2 November 2025.
Pemblokiran Masif dan Upaya Terkoordinasi
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyampaikan bahwa jumlah tersebut mencakup situs dan juga konten yang tersebar di platform file sharing.
"Mulai dari 20 Oktober 2024 sampai 2 November 2025, untuk jumlah total situs dan juga konten adalah 2.458.934, dengan jumlah situs 2.166 sekian-sekian juta, namun juga ada di file sharing. Ini yang memang, kadang-kadang file sharing itu tidak semua kontennya judi, tapi harus kita tangani," ungkapnya.
Lebih dari 123.000 konten terkait judi online ditemukan tersebar di berbagai platform digital, dengan rincian sebagai berikut: Meta (lebih dari 106.000 konten), Google dan YouTube (lebih dari 41.000), X atau Twitter (lebih dari 18.600), Telegram (1.942), TikTok (1.138), LINE (14), dan AppStore (3).
Kemkomdigi juga mencatat bahwa sebanyak 23.604 rekening yang terafiliasi dengan aktivitas judi online telah dilaporkan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk proses penindakan lebih lanjut.
Meutya Hafid menegaskan bahwa kerja sama lintas sektor diperlukan untuk menyisir situs dan akun yang menyisipkan konten judi online di berbagai platform digital.
"Kita memahami bukan hanya akses, tapi juga rekening itu menjadi lehernya, dari perilaku-perilaku kejahatan di internet, khusus video online," ia mengungkapkan.
Transaksi Judi Turun Signifikan, Fokus pada Pelaku Berpenghasilan Rendah
PPATK melaporkan bahwa total transaksi judi online pada tahun 2025 mencapai Rp155 triliun, turun 57 persen dibandingkan tahun 2024 yang mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp359 triliun.
Penurunan ini diyakini berdampak pada jumlah deposit dari para pemain, yang menurun dari Rp51 triliun pada 2024 menjadi Rp24,9 triliun pada 2025, atau lebih dari 45 persen.
Sebagian besar pelaku judi online berasal dari kelompok berpenghasilan rendah. Data menunjukkan bahwa 80 persen pemain judi online memiliki penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan, dan jumlah mereka menurun sebesar 67,92 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, jumlah pemain judi online tercatat mengalami penurunan hingga 68,32 persen dibandingkan tahun 2024.
Meutya Hafid turut menyampaikan apresiasinya kepada PPATK atas respon cepat dalam menangani laporan terkait aktivitas judi online.
Pemerintah juga menyasar aspek hukum dengan memblokir rekening terafiliasi dan melakukan kerja sama internasional.
"Pak Presiden (Prabowo) dalam forum APEC sudah mengatakan bahwa judi online adalah kejahatan terorganisir lintas negara. Artinya tidak cukup, tadi kita berbicara dengan pemerintahan atau lembaga-lembaga di dalam negeri, tapi juga kita harus mengajak mitra-mitra kami di luar negeri untuk membantu Indonesia terus memerangi judi online sampai serendah-rendahnya," ungkap Meutya Hafid.
Penindakan Terhadap Penerima Bansos dan Kebijakan Penyitaan Aset
Selain penindakan digital, pemerintah juga bertindak tegas terhadap pelaku judi online yang terdaftar sebagai penerima bantuan sosial.
Di Kabupaten Rejang Lebong, ratusan penerima bansos dicoret dari daftar penerima karena terbukti terlibat dalam judi online.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa negara memiliki kewenangan untuk menyita aset milik bandar maupun pemain judi online sebagai bentuk penegakan hukum.
- Penulis :
- Arian Mesa







