
Pantau - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri akan memeriksa empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat tahun 2008–2018 pada pekan depan.
Pemeriksaan Tersangka Akan Dilakukan Bertahap
Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Brigjen Pol. Totok Suharyanto, menyampaikan bahwa keempat tersangka adalah FM, mantan direktur perusahaan listrik milik negara; HK, Presiden Direktur PT BRN; RR, Direktur Utama PT BRN; dan HYL, Direktur Utama PT Praba Indopersada (PI).
FM dan RR dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Selasa, 11 November, sedangkan HK dan HYL akan diperiksa pada Rabu, 12 November.
Pemeriksaan ini merupakan pertama kalinya bagi keempatnya setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Totok mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada konfirmasi kehadiran dari para tersangka.
Totok menjelaskan bahwa modus korupsi yang dilakukan adalah adanya pemufakatan untuk memenangkan pelaksanaan proyek.
Proyek Bermasalah Sejak Awal Lelang hingga Mangkrak
Kasus ini berawal dari proses lelang pembangunan PLTU 1 Kalbar di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, yang dilakukan oleh perusahaan listrik milik negara pada tahun 2008.
Dalam konferensi pers yang digelar 21 Oktober lalu, dijelaskan bahwa sebelum pelaksanaan lelang, sudah ada kesepakatan untuk memenangkan PT BRN.
Dalam pelaksanaannya, konsorsium KSO BRN-Alton-OJSC telah diatur untuk diloloskan dan dimenangkan, meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis.
"Selain itu, diduga kuat bahwa perusahaan Alton-OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN," ungkap Totok.
Pada tahun 2009, sebelum kontrak ditandatangani, seluruh pekerjaan pembangunan dialihkan oleh KSO BRN kepada PT Praba Indopersada.
Pengalihan tersebut mencakup juga penguasaan atas rekening KSO BRN dan didasari oleh kesepakatan pemberian imbalan kepada PT BRN.
Tersangka HYL kemudian diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.
"Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalbar," ia mengungkapkan.
Pada tanggal 11 Juni 2009, FM selaku direktur perusahaan listrik milik negara dan RR selaku Direktur Utama PT BRN menandatangani kontrak pembangunan senilai 80.848.341 dolar AS dan Rp507.424.168.000,00.
Kontrak tersebut berlaku efektif mulai 28 Desember 2009 dan ditargetkan selesai pada 28 Februari 2012.
Namun, hingga akhir masa kontrak, KSO BRN dan PT Praba Indopersada hanya mampu menyelesaikan 57 persen pekerjaan.
Pada amandemen kontrak ke-10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, progres pekerjaan hanya mencapai 85,56 persen, dengan alasan ketidakmampuan keuangan.
"Akan tetapi, fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari perusahaan listrik milik negara sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta dolar AS," ujar Totok.
Sampai saat ini, proyek pembangunan PLTU tersebut belum juga rampung dan tidak bisa dimanfaatkan, yang mengakibatkan kerugian negara.
- Penulis :
- Leon Weldrick







