Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

EUDR Dinilai Sebagai Peluang, Indonesia Diminta Ambil Peran Strategis dalam Diplomasi Sawit Global

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

EUDR Dinilai Sebagai Peluang, Indonesia Diminta Ambil Peran Strategis dalam Diplomasi Sawit Global
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Seorang pekerja menaikkan tandan buah segar (TBS) sawit ke dalam kendaraan pengangkut usai panen di perkebunan PT GSDI Kabupaten Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah, Kamis (30/10/2025). (Antara/Subagyo).)

Pantau - Sejumlah pihak menyerukan agar industri sawit, termasuk di Indonesia, memanfaatkan regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) sebagai peluang untuk menembus pasar global, bukan sebagai hambatan perdagangan.

Tantangan Sawit: Persepsi dan Regulasi Global

Pietro Paganini dari John Cabot University menyatakan bahwa tantangan utama industri sawit saat ini bukan terletak pada produktivitas, tetapi pada persepsi dan kepercayaan pasar internasional.

"Kelapa sawit merupakan komoditas paling produktif dan inklusif, tetapi memiliki reputasi paling buruk," ungkapnya.

Ia menilai bahwa kesenjangan antara fakta dan persepsi menyebabkan sawit kerap dijadikan kambing hitam, padahal berperan besar dalam pengentasan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan gizi global, dan efisiensi penggunaan lahan.

Paganini menyebut EUDR sebagai awal dari gelombang baru standar global yang mengarah pada prinsip nol deforestasi dan keterlacakan penuh.

Ia mendorong negara produsen sawit untuk tidak bersikap reaktif, melainkan mengambil posisi sebagai pemimpin dalam diplomasi keberlanjutan.

Sathia Varqa dari Fastmarkets Palm Oil Analytics menambahkan bahwa Indonesia perlu lebih strategis dan adaptif dalam menjaga posisi di pasar minyak nabati dunia yang kian kompetitif.

Menurutnya, persaingan semakin ketat akibat peningkatan produksi minyak kedelai, terutama dari AS dan Brasil yang kini menyuplai 70 persen kebutuhan global, sementara luas tanam sawit Indonesia cenderung stagnan.

Peluang dan Tantangan Perdagangan Sawit Indonesia

Sathia mengidentifikasi tiga dinamika utama yang akan memengaruhi perdagangan komoditas Indonesia pada 2026, yaitu rezim perdagangan internasional, transisi energi global, dan kebijakan domestik.

Indonesia menghadapi tekanan dari standar keberlanjutan Eropa serta hambatan tarif dari Amerika Serikat yang berdampak pada penurunan volume ekspor sawit.

Regulasi internasional seperti Global Biofuel Mandates dan Renewable Energy Directive Eropa turut memengaruhi permintaan biodiesel berbasis sawit dari Indonesia.

Kondisi ini menuntut penyesuaian terhadap standar produksi sesuai regulasi internasional agar industri sawit tetap diterima pasar.

Di sisi lain, kebijakan dalam negeri menjadi penentu utama keberlanjutan sektor sawit, terutama dalam hal tata kelola lahan dan dukungan pemerintah terhadap sektor hulu hingga hilir.

Data mencatat bahwa produksi sawit Indonesia pada Januari–Agustus 2025 tumbuh 4,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, produksi sawit global pada periode 2025–2026 diperkirakan mencapai 83,22 juta ton, naik 2,83 juta ton dari tahun sebelumnya.

Kondisi ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat perannya sebagai pemasok utama minyak nabati dunia.

Pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana menjadi faktor kunci agar Indonesia mampu menyeimbangkan antara kepentingan perdagangan, keberlanjutan, dan produktivitas di tengah perubahan lanskap pasar global.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Tria Dianti