Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Intelijen Indonesia di Tengah Dinamika Geopolitik dan Ancaman Siber Global

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Intelijen Indonesia di Tengah Dinamika Geopolitik dan Ancaman Siber Global
Foto: (Sumber : Ilustrasi. Logo Badan Intelijen Negara (BIN) (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/kye/16).)

Pantau - Struktur intelijen Indonesia yang bersifat multi-lembaga dan dibangun dengan prinsip pembagian fungsi antarinstansi menghadapi tantangan besar akibat dinamika geopolitik global dan berkembangnya ancaman siber multidimensi.

Dalam dua dekade terakhir, ekosistem intelijen global mengalami transformasi cepat dan tidak lagi mengikuti pola linier seperti sebelumnya.

Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan aktor utama di Asia Tenggara, berada dalam pusaran perubahan tersebut, dengan tuntutan untuk menata ulang arsitektur keamanannya.

Perubahan ini ditandai oleh meningkatnya rivalitas strategis antara Amerika Serikat dan Tiongkok, perlombaan teknologi strategis, serta pergeseran pusat gravitasi ekonomi dan militer ke kawasan Asia.

Geopolitik Global: Rivalitas, Teknologi, dan Tantangan Non-Tradisional

Tatanan internasional pasca-COVID-19 memperlihatkan tiga kecenderungan utama yang berdampak langsung terhadap kerja intelijen nasional.

Pertama, rivalitas antara AS dan Tiongkok yang kian intensif di sektor teknologi, militer, dan ekonomi, mendorong perebutan pengaruh terhadap negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Kedua, munculnya ancaman non-tradisional seperti serangan siber, manipulasi informasi, kejahatan transnasional, dan disrupsi rantai pasok global yang memerlukan respons intelijen yang adaptif dan cepat.

Ketiga, penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam operasi intelijen kini menjadi tren global, mencakup pengumpulan data (collection), proses analisis (processing), dan operasi pengaruh (influence operations).

Indonesia berada di persimpangan semua dinamika tersebut karena letak geografisnya yang strategis, kekayaan sumber daya alam, serta posisinya sebagai poros maritim dunia.

Ketegangan di Laut China Selatan dan kehadiran kapal coast guard Tiongkok di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, khususnya di wilayah Natuna Utara, menjadikan kawasan tersebut sebagai titik panas dari perspektif militer dan intelijen.

Kondisi ini menuntut pengawasan maritim yang canggih, data intelijen real-time, serta integrasi lintas lembaga untuk mengantisipasi potensi konflik dan pelanggaran kedaulatan.

Tantangan Siber: Dari Infiltrasi Digital hingga Propaganda

Digitalisasi nasional membuka peluang besar namun juga menciptakan kerentanan terhadap infiltrasi siber dan operasi informasi.

Laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat ratusan juta serangan siber setiap tahun, dengan target utama berupa layanan publik dan infrastruktur strategis negara.

Ancaman yang dihadapi intelijen Indonesia kini meliputi serangan terhadap sistem pemerintahan, kebocoran data, dan penyebaran propaganda digital.

Situasi ini menuntut modernisasi kontra-intelijen dan penguatan sistem keamanan informasi sebagai bagian dari strategi pertahanan siber nasional.

Modernisasi Intelijen untuk Hadapi Ancaman Baru

Intelijen Indonesia kini berhadapan dengan spektrum ancaman yang kompleks dan berlapis.

Selain menghadapi ancaman tradisional seperti terorisme dan spionase konvensional, kini juga dihadapkan pada bentuk baru seperti:

  • AI-enabled surveillance (pengawasan berbasis kecerdasan buatan),
  • Deepfake untuk manipulasi politik dan disinformasi,
  • Cyber-enabled espionage atau spionase yang dilakukan melalui infrastruktur digital.

Di tengah ancaman global yang terus berkembang pesat, reformasi struktur dan fungsi intelijen nasional menjadi keharusan untuk menjaga relevansi dan efektivitas.

Modernisasi sistem intelijen harus mencakup peningkatan kapasitas deteksi dini, integrasi data lintas lembaga, dan respons cepat terhadap ancaman multidimensi.

Penulis :
Ahmad Yusuf
Editor :
Tria Dianti