
Pantau - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa perlindungan anak di ruang digital kini menjadi salah satu prioritas utama pemerintah.
Pernyataan ini disampaikan Meutya dengan merujuk pada data yang menunjukkan bahwa 60 persen dari 220 juta pengguna internet di Indonesia merupakan generasi muda.
"Jadi kalau kita menjaga 60 persen ini, maka keseluruhan ekosistem digitalnya akan baik. Kita yakin 60 persen ini bisa kita arahkan untuk menggunakan internet yang wajar karena yang penting dari internet aman ini adalah anak-anak muda," ungkapnya.
Kekhawatiran Publik dan Langkah Pemerintah
Meutya menyatakan bahwa kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan anak-anak di dunia maya semakin tinggi.
Kekhawatiran tersebut muncul seiring meningkatnya kasus kejahatan digital yang dipicu oleh pengaruh platform digital, termasuk gim daring.
Menanggapi hal itu, pemerintah melakukan kolaborasi dengan pelaku industri gim guna menciptakan ekosistem gim nasional yang ramah anak.
"Karena kalau kepercayaan publik hilang maka gimnya, industri gimnya juga akan terpukul," ia mengungkapkan.
Menurut Meutya, upaya pembenahan konten digital tidak bisa dilakukan secara sepihak dan harus melibatkan semua pihak.
Pembenahan ini perlu dilakukan secara menyeluruh, mencakup media sosial, gim, maupun platform digital lainnya.
Jika tidak dilakukan, Meutya menilai akan muncul ketidakpercayaan dari orang tua dan membuat mereka cenderung menjauhkan anak dari penggunaan internet.
Padahal, menurutnya, teknologi tetap perlu dikenalkan kepada anak-anak, namun dalam ekosistem yang aman.
"Kita ingin anak-anak memahami teknologi tapi saat bersamaan aman," ujarnya.
Regulasi dan Upaya Penguatan Hukum
Meutya menyebut bahwa sejumlah negara telah mengambil langkah konkret dalam perlindungan anak di ruang digital.
Ia mencontohkan Australia yang membatasi akses media sosial bagi anak-anak hingga usia 16 tahun.
Indonesia sendiri telah merespons tantangan ini dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, yang dikenal dengan PP Tunas.
Aturan tersebut menetapkan bahwa anak usia 13 tahun hanya diperbolehkan mengakses platform dengan risiko rendah.
Sementara itu, platform dengan risiko tinggi baru bisa diakses ketika anak telah berusia 18 tahun.
"PP Tunas secara implisit juga menegaskan bahwa orang tua harus melakukan pendampingan karena kita tidak mau anak-anak hilang sama sekali dengan kemajuan teknologi," kata Meutya.
- Penulis :
- Leon Weldrick







