
Pantau - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan akan mengenakan bea keluar terhadap komoditas mineral dan batu bara, dengan fokus utama pada emas yang dinilai memiliki nilai jual tinggi di pasar internasional.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa formulasi bea keluar telah dihitung secara cermat dan emas wajib dikenakan bea keluar karena nilainya yang sangat tinggi.
"Kalau harga jualnya tinggi, boleh dong dikenakan bea keluar? Tapi kalau harganya di bawah, ya jangan dikenakan. Tapi kalau emas, wajib dikenakan (bea keluar) karena harganya tinggi banget," ungkapnya.
Selain emas, Bahlil menyebutkan bahwa mineral lain dan batu bara juga akan dikenai bea keluar dengan mempertimbangkan harga pasar global.
Langkah ini diambil pemerintah sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama dari sektor pertambangan yang tengah bergairah.
Besaran Bea dan Target Penerimaan Negara
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa pemerintah telah menyepakati besaran bea keluar untuk emas antara 7,5 persen hingga 15 persen.
"Penerapan bea tersebut seiring dengan momentum untuk mengejar potensi pendapatan negara dari harga komoditas emas yang kini sedang tinggi," ia mengungkapkan.
Febrio menjelaskan bahwa kebijakan ini juga didorong oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap emas sebagai instrumen investasi, terutama melalui PT Pegadaian dan PT Bank Syariah Indonesia (BSI).
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur kebijakan ini akan segera diterbitkan, sebagai tindak lanjut amanat dari Undang-Undang APBN 2026.
Rincian Komoditas dan Estimasi Penerimaan
Rancangan PMK (RPMK) yang tengah disusun akan mencakup produk olahan emas dalam bentuk dore, granul, cast bars, dan minted bar sebagai objek bea keluar.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menargetkan penerimaan negara dari kebijakan ini berkisar antara Rp2 triliun hingga Rp6 triliun.
Harga emas internasional saat ini telah menembus angka 4.000 dolar AS per troy ons, atau sekitar Rp66,89 juta dengan kurs Rp16.722 per dolar AS.
Pemerintah juga mempertimbangkan bahwa tarif bea keluar di sektor hilir akan lebih rendah dibandingkan produk mentah, sebagai insentif untuk hilirisasi.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya komprehensif pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara.
- Penulis :
- Arian Mesa








