Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Baleg DPR Bahas Kajian Mendalam RUU Pelindungan Saksi dan Korban dalam Rapat Panja

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Baleg DPR Bahas Kajian Mendalam RUU Pelindungan Saksi dan Korban dalam Rapat Panja
Foto: (Sumber : Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, saat memimpin rapat Panja Presentasi hasil kajian Tim Ahli dalam rangka Harmonisasi RUU tentang Pelindungan Saksi dan Korban, Senin (24/11/2025). Foto: Geraldi/vel.)

Pantau - Baleg DPR RI menggelar Rapat Panja untuk mendengarkan presentasi hasil kajian tim ahli atas RUU Pelindungan Saksi dan Korban (PSDK) yang dipimpin oleh Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan.

Rapat Panja Dibuka dan Dinyatakan Terbuka untuk Umum

Rapat dibuka setelah dipastikan kehadiran 22 anggota Panja dari total 45 anggota yang mewakili 7 dari 8 fraksi sehingga kuorum sesuai Pasal 281 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib terpenuhi.

Ketua Baleg kemudian menyatakan, “Sesuai ketentuan, rapat Panja saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum,”, ungkapnya.

Dalam pengantar rapat, Bob Hasan menjelaskan bahwa Baleg telah menerima penjelasan pengusul dari Komisi XIII pada 11 November 2025 dan menggelar RDP dengan Ketua LPSK pada 18 November 2025 sebagai bagian dari proses harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU.

Agenda rapat mencakup pemaparan lengkap hasil kajian tim ahli yang meninjau aspek teknis, substansi, serta asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

Rapat dijadwalkan berlangsung hingga pukul 18.00 dan dapat diperpanjang bila diperlukan.

Paparan Tim Ahli dan 16 Poin Substansi RUU

Tim Ahli Baleg menyampaikan 16 poin kajian substansi atas RUU PSDK yang diajukan melalui surat Nomor B-548-LG.01.01-⟨11⟩-2025 tertanggal 10 November 2025.

Tim menjelaskan bahwa perubahan dalam RUU bersifat luas, lebih dari 5 persen, sehingga layak diusulkan sebagai RUU penggantian, bukan perubahan kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006.

Dalam aspek substantif, tenaga ahli menilai bahwa konsideran menimbang huruf B dan C perlu disinkronkan dengan peluasan subjek perlindungan yang tidak hanya saksi dan korban, tetapi juga saksi pelaku, pelapor, informan, dan ahli.

Tenaga ahli juga mencatat adanya kesalahan ketik, frasa ambigu, dan rujukan pasal yang kurang tepat dalam draf RUU, termasuk beberapa kesalahan redaksional yang dapat diperbaiki secara teknis.

Rekomendasi tim ahli meliputi penegasan istilah dan rujukan pasal, termasuk perubahan frasa “penetapan pengadilan” menjadi “putusan atau perintah pengadilan” pada Pasal 5 ayat (3) huruf b.

Tim juga mengusulkan pendefinisian “situasi khusus” atau pemberian penjelasan pasal yang memadai.

Pada Pasal 3, tim meminta penambahan penjelasan asas sesuai ketentuan pembentukan undang-undang.

Konsistensi rumusan kewajiban penyebutan penilaian aparat penegak hukum pada Pasal 5 ayat (3) dengan Pasal 54 ayat (1) turut direkomendasikan.

Tim ahli mengajukan pembentukan lembaga pengelola Dana Abadi Korban dengan ketentuan pengalokasian dana tahunan dari APBN/APBD dan PNBP penegakan hukum.

Dalam penguatan konsep kelembagaan, tim menyarankan penghapusan frasa “mandiri” pada LPSK dan menggantinya dengan penegasan independensi.

Tim juga mengusulkan perubahan nomenklatur “Satuan Kerja Khusus” menjadi “Satuan Tugas Khusus” disertai penjelasan kewenangannya.

Penataan ulang struktur organisasi LPSK, termasuk penyederhanaan nomenklatur pimpinan, turut disampaikan.

Selain itu, tim menilai bahwa pengaturan mengenai sahabat saksi dan korban lebih tepat ditempatkan dalam Bab Partisipasi Masyarakat, bukan Bab Kerja Sama.

Tim juga menyarankan pemecahan ketentuan pidana pada Pasal 84 huruf a dan b ke pasal yang terpisah.

Penegasan batas waktu pembentukan peraturan pelaksana pada ketentuan penutup turut diusulkan.

Rekomendasi terakhir adalah penambahan kewenangan pemantauan dan peninjauan oleh Baleg sebagai amanat UU MD3.

Tim ahli menegaskan bahwa RUU secara umum telah memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan, namun masih membutuhkan penyempurnaan agar selaras dengan UU 12/2011.

Terkait hal itu, tim menyatakan, “RUU ini secara garis besar memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan, namun masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut,”, ungkapnya.

Penulis :
Ahmad Yusuf