Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Presiden Prabowo Rehabilitasi Tiga Eks Direksi ASDP, Tegaskan Pentingnya Keadilan Substantif

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Presiden Prabowo Rehabilitasi Tiga Eks Direksi ASDP, Tegaskan Pentingnya Keadilan Substantif
Foto: (Sumber : Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memperlihatkan dokumen hak rehabilitasi dalam perkara ASDP yang ditandatangani Presiden RI Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/11/2025). Dokumen itu diperlihatkan saat menyampaikan keterangan pers bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya terkait perkara ASDP. ANTARA/Andi Firdaus/aa.)

Pantau - Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden yang memberikan rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), dalam sebuah langkah korektif hukum yang menekankan pentingnya keadilan substantif dalam pengambilan keputusan sektor publik.

Negara Tekankan Perlunya Bedakan Risiko Bisnis dan Tindak Pidana

Tiga mantan pejabat yang mendapatkan rehabilitasi adalah Ira Puspa Dewi (mantan Direktur Utama), Yusuf Hadi (mantan Direktur Komersial dan Pelayanan), dan Harry Muhammad Adhi Caksono (mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan).

Ketiganya sebelumnya terjerat dalam kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha dan akuisisi oleh PT ASDP.

Pemberian rehabilitasi ini dianggap sebagai terobosan hukum yang menyentuh aspek paling mendasar dalam penegakan keadilan oleh negara, yaitu memastikan keputusan bisnis strategis tidak serta-merta dipidanakan.

Langkah Presiden Prabowo dinilai sebagai bentuk sensitivitas terhadap kondisi di mana proses hukum dapat bergeser dari evaluasi manajerial menjadi kriminalisasi yang tidak proporsional.

Dalam beberapa tahun terakhir, risiko kriminalisasi terhadap pejabat BUMN meningkat, terutama saat mereka menjalankan inovasi dan mengambil langkah strategis dalam kondisi yang kompleks.

Rehabilitasi Jadi Sinyal Koreksi dan Perlindungan bagi Pejabat Beritikad Baik

Situasi ini menciptakan efek jera (chilling effect) yang berdampak pada pengambilan keputusan di lingkungan BUMN.

Direksi BUMN kerap lebih memilih prosedur yang aman daripada melakukan terobosan penting karena khawatir terseret ke ranah pidana.

Padahal, dalam konteks korporasi dan sektor publik, kesalahan administratif atau risiko bisnis tidak seharusnya langsung diposisikan sebagai tindak pidana korupsi.

Rehabilitasi oleh presiden menjadi simbol penting bahwa negara hadir untuk menegakkan keadilan substantif dan membedakan antara niat baik dalam pengambilan keputusan dengan tindakan kriminal.

Negara harus mampu membedakan secara tegas antara kekeliruan administratif dan unsur korupsi yang sesungguhnya, sehingga pejabat publik dapat bekerja dengan aman dan penuh tanggung jawab tanpa diliputi ketakutan terhadap kriminalisasi.

Penulis :
Ahmad Yusuf