
Pantau - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana menegaskan bahwa pidana kerja sosial akan menjadi salah satu instrumen baru dalam penerapan KUHP Nasional sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.
Menurut Asep, penerapan KUHP baru ini akan membawa perubahan mendasar dalam sistem pemidanaan di Indonesia karena penjara tidak lagi menjadi sanksi utama, melainkan sebagai ultimum remedium atau upaya terakhir.
"Jadi, KUHP Nasional akan membawa perubahan fundamental. Penjara, ke depannya, bukan lagi instrumen utama, tetapi akan menjadi ultimum remedium atau upaya terakhir," ungkapnya.
Pernyataan ini disampaikan usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana, yang berlangsung di Pendopo Gubernur NTB, Mataram, pada hari Rabu.
Alternatif Pemidanaan Sesuai Kondisi Daerah dan Pelaku
Asep menjelaskan bahwa pidana kerja sosial merupakan salah satu bentuk pidana alternatif, di samping pidana denda, pengawasan, dan pidana bersyarat.
Semua bentuk pidana alternatif ini akan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah serta kemampuan dari terpidana.
"Nanti akan dilihat, apakah pelaku itu punya kapasitas, punya kemudahan keahlian tertentu dan sebagainya. Itu akan disesuaikan," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kerja sosial tidak selalu berbentuk kegiatan fisik seperti membersihkan jalan atau selokan.
"Alternatif sanksinya tidak semata-mata membersihkan jalan. Tidak semata-mata membersihkan got. Tapi juga bentuk-bentuk lain sesuai kebutuhan daerah. Prinsipnya adalah kebermanfaatan bagi masyarakat dan peningkatan kapasitas," ujarnya.
Namun demikian, Asep menegaskan bahwa pidana kerja sosial tidak berlaku untuk semua jenis perkara, terutama tindak pidana korupsi.
"Jadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 sekarang itu memberikan batasan, kasus korupsi tidak perlu ada kerja sosial. Jadi perkara korupsi tidak masuk dalam lingkungan ini," ia mengungkapkan.
Pendekatan Edukatif untuk Anak, Dukungan Pemerintah Daerah
Untuk terpidana anak, pidana kerja sosial tetap bisa diterapkan dengan pendekatan yang lebih edukatif dan rehabilitatif.
"Bagi anak, kerja sosial itu tidak harus kerja fisik. Bisa berupa pelatihan, pembinaan, atau pendidikan sesuai karakter dan bakat anak. Tujuannya agar setelah menjalani pidana, anak bisa kembali ke masyarakat dengan kapasitas yang lebih baik," ungkap Asep.
Penandatanganan nota kesepahaman ini dilakukan antara Pemerintah Provinsi NTB dan Kejaksaan Tinggi NTB sebagai langkah awal implementasi kebijakan baru tersebut.
Dalam acara tersebut, Asep hadir mewakili Kejaksaan Agung bersama Kepala Kejati NTB Wahyudi dan para kepala kejaksaan negeri se-NTB.
Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal turut hadir bersama para bupati dan wali kota dari seluruh kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Barat.
- Penulis :
- Arian Mesa








