
Pantau - Komisi III DPR RI menekankan bahwa penyelesaian sengketa lahan pembangunan Rumah Sakit Adhiyaksa di Sumatera Selatan harus mengutamakan musyawarah sebelum menempuh jalur litigasi.
Pengawasan Komisi III atas Sengketa Lahan
Pernyataan tegas tersebut disampaikan Panitia Kerja Pengawasan Penegakan Hukum Bidang Mafia Tanah Komisi III dalam RDPU yang melibatkan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Kejaksaan Tinggi Sumsel, serta pihak Ivonne dan Novriyandi.
Rapat berlangsung pada 27 November 2025 di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta.
Rapat tersebut dihadiri Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumsel, dan tim kuasa hukum para pihak.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memimpin langsung jalannya rapat dan memberikan arahan terkait penyelesaian sengketa lahan.
Rapat menjadi momentum penting dalam membahas status lahan yang direncanakan sebagai lokasi pembangunan Rumah Sakit Adhiyaksa.
Habiburokhman menegaskan bahwa dialog merupakan pendekatan utama dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
“Tahap pertama itu musyawarah. Kita duduk baik-baik dulu. Kalau musyawarah tidak berhasil, barulah proses hukum ditempuh,” ungkapnya.
Ia mengingatkan bahwa jalur litigasi menuntut Pemprov Sumatera Selatan untuk menyiapkan bukti yang kuat.
“Pemprov ini mau tidak mau harus membawa bukti. Kalau tidak, tentu mereka berisiko kalah,” ia mengungkapkan.
Arahan dan Langkah Pengawasan Lanjutan
Habiburokhman memastikan bahwa Komisi III akan mengawal seluruh proses mulai dari musyawarah, mediasi, hingga persidangan apabila diperlukan.
Ia menegaskan bahwa Komisi III siap berkoordinasi dengan Komisi Yudisial untuk memastikan proses peradilan berlangsung objektif dan bebas tekanan.
“Jangan berkecil hati meskipun lawannya Pemprov atau Kejaksaan. Kami kawal supaya terlihat siapa yang benar dan siapa yang salah,” ungkapnya.
Dalam kesimpulan resmi yang ditampilkan di layar rapat, Komisi III meminta Jaksa Agung Muda Pembinaan dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menunda pembangunan RS Adhiyaksa hingga proses musyawarah selesai atau terdapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Penundaan pembangunan dinilai penting untuk mencegah potensi kerugian negara serta menghindari konflik sosial akibat status lahan yang belum final.
Komisi III menilai bahwa pembangunan tidak boleh dilakukan di atas objek yang masih disengketakan karena dapat menimbulkan implikasi hukum di kemudian hari.
Sengketa lahan ini mendapat perhatian besar karena melibatkan institusi pemerintah, kejaksaan, dan masyarakat, serta berkaitan dengan pembangunan fasilitas kesehatan penting.
Habiburokhman menegaskan bahwa pembangunan fasilitas publik tidak boleh mengorbankan hak masyarakat dan negara harus hadir memastikan penyelesaian yang adil.
Ia menekankan kembali bahwa Komisi III tidak hanya memantau dari jauh, tetapi akan terlibat aktif hingga sengketa benar-benar tuntas.
Politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut menegaskan bahwa seluruh proses, mulai dari musyawarah hingga litigasi, harus berlangsung transparan dan bebas dari kepentingan tertentu.
Komisi III membuka peluang pemanggilan ulang para pihak apabila perkembangan penyelesaian tidak sesuai dengan arahan rapat.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf








