Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Antrean Panjang Petani di NTB Ungkap Tantangan dan Transformasi Tata Kelola Pupuk Nasional

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Antrean Panjang Petani di NTB Ungkap Tantangan dan Transformasi Tata Kelola Pupuk Nasional
Foto: (Sumber : Seorang petani menebar pupuk ke tanaman padinya di kawasan persawahan Desa Kekeri, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Rabu (1/2/2023). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/rwa..)

Pantau - Antrean petani yang mengular sejak pagi di kios-kios pupuk di Dompu dan Bima, NTB, mencerminkan perubahan besar dalam tata kelola penebusan pupuk bersubsidi yang kini mewajibkan penggunaan KTP sebagai bagian dari proses digitalisasi.

Perubahan Tata Kelola Pupuk dan Dampaknya

Fenomena tersebut menunjukkan pentingnya pupuk bagi wilayah yang menjadi sentra jagung terbesar di NTB dan berperan sebagai motor produksi jagung nasional dalam satu dekade terakhir.

Kondisi ini juga menegaskan bahwa kedaulatan pangan sulit dicapai tanpa fondasi industri pupuk yang kuat, terutama di NTB yang lebih dari separuh produksi jagungnya bergantung pada kontribusi Dompu dan Bima.

Upaya perbaikan tata kelola dilakukan melalui digitalisasi penyaluran serta transformasi rantai distribusi oleh Pupuk Indonesia sebagai bagian dari penguatan ekosistem ketahanan pangan.

Namun dinamika di lapangan masih menghadapi hambatan berupa gangguan distribusi, potensi penyalahgunaan, serta tekanan terhadap lahan yang menghadapi alih fungsi secara masif.

Pertanyaan utama yang mencuat adalah bagaimana membangun industri pupuk yang tidak hanya mampu menyediakan sarana produksi tetapi juga memastikan efektivitas pemanfaatannya untuk menopang kedaulatan pangan.

NTB di Persimpangan Produksi dan Tekanan Ekologis

NTB berada dalam situasi dua sisi, yakni sebagai salah satu penghasil jagung terbesar dengan target penyerapan Bulog sebesar 9.000 ton pada tahun 2025 dari wilayah Bima dan Dompu.

Di sisi lain, tekanan ekologis terus meningkat sebagaimana laporan Walhi yang mencatat lebih dari 30.000 hektare perbukitan telah beralih fungsi menjadi ladang jagung sehingga memicu kerentanan banjir.

Perubahan lanskap ini menegaskan bahwa produksi pangan tidak dapat dipisahkan dari tata kelola lahan yang baik serta penggunaan pupuk yang efisien.

Efisiensi pupuk menjadi faktor krusial yang mencakup ketepatan jenis, jumlah, waktu, dan sasaran sehingga penggunaan berlebihan tidak mempercepat degradasi tanah maupun kekurangan tidak menahan produktivitas.

Penulis :
Aditya Yohan