Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pascabencana Sumatera, Presiden Prabowo Tegaskan Penindakan Perusak Hutan dan Reboisasi 12 Juta Hektare

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Pascabencana Sumatera, Presiden Prabowo Tegaskan Penindakan Perusak Hutan dan Reboisasi 12 Juta Hektare
Foto: (Sumber: Presiden Prabowo Subianto mengunjungi tenda pengungsian korban banjir di Jorong Kayu Pasak, Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kamis (18/12/2025). ANTARA/HO-Tim Media Presiden Prabowo/aa.)

Pantau - Bencana hidrometeorologi besar yang melanda wilayah Sumatera pada akhir 2025 menjadi peringatan serius bahwa kerusakan alam yang dibiarkan terlalu lama membawa konsekuensi nyata, bukan sekadar "alam mengamuk".

Presiden Prabowo Subianto merespons langsung dengan memimpin penanganan pascabencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Investigasi gabungan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan Pusat Riset Interdisipliner ITB menemukan bahwa kerusakan hutan di hulu sungai menjadi pemicu utama banjir bandang.

Ditemukan batang kayu besar dengan potongan rapi akibat gergaji mesin, bukan karena terjangan bencana.

Citra satelit menunjukkan deforestasi masif, alih fungsi lahan, dan pembukaan perkebunan sawit bahkan hingga ke zona lindung.

Tindak Tegas Korporasi, Penjarahan Hutan Dianggap Ancaman Negara

Kerusakan lingkungan ini menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi, meningkatnya aliran air permukaan, dan memicu banjir bandang saat hujan deras.

Pemeriksaan terhadap 27 perusahaan di sekitar lokasi bencana menunjukkan indikasi keterlibatan korporasi dan individu dalam perusakan hutan.

Kejaksaan Agung menindaklanjuti hasil investigasi tersebut bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan dan Polri.

“Kita harus jaga lingkungan hidup kita, alam kita, semua harus kita jaga. Kita tidak boleh tebang pohon sembarangan. Kita minta pemda, semua lebih waspada, lebih mengawasi, kita jaga alam kita sebaik-baiknya,” ujar Presiden Prabowo.

Presiden juga menginstruksikan Kapolri dan Panglima TNI untuk memberantas tambang ilegal dan pembalakan liar tanpa toleransi terhadap oknum pelindung mana pun.

Perusakan lingkungan ditegaskan sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara, setara dengan serangan musuh asing.

Dalam satu bulan pascabencana, pemerintah melakukan pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola sumber daya alam (SDA).

Operasi penertiban di titik-titik kritis Sumatera dilakukan intensif, alat berat disita, dan polisi hutan diperkuat dengan dukungan TNI.

Rp6,6 Triliun Denda, Izin Dicabut, dan Ratusan Ribu Hektare Direstorasi

Pemerintah pusat mencabut izin sejumlah perusahaan perkebunan dan tambang yang terbukti berpotensi merusak lingkungan.

Evaluasi juga menyasar korporasi besar, bukan hanya pelaku skala kecil.

Presiden menyampaikan ultimatum: perusahaan yang menanam di luar konsesi atau tidak melakukan reboisasi akan dicabut izinnya, meski berisiko menimbulkan gejolak ekonomi jangka pendek.

Pada 24 Desember 2025, Kejaksaan Agung menerima uang denda administratif senilai Rp6,6 triliun dari pelanggaran kawasan hutan, terdiri dari Rp2,34 triliun dari Satgas PKH dan Rp4,28 triliun dari Kejaksaan dalam kasus korupsi SDA.

Dana tersebut menjadi bagian dari pemulihan kawasan hutan tahap V seluas 896.969 hektare.

Secara total, Satgas PKH telah mengembalikan 4.081.560 hektare lahan ke negara, melebihi target awal lebih dari 400 persen.

Nilai aset lahan yang kembali dikuasai negara ditaksir melampaui Rp150 triliun.

Dari total lahan tersebut, 1.708.033 hektare akan digunakan oleh PT Agrinas Palma Nusantara, 688.427 hektare menjadi kawasan konservasi, dan 81.793 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo akan dihijaukan kembali.

Reboisasi 12 Juta Hektare dan Harapan Baru untuk Sumatera

Presiden memerintahkan Kementerian Kehutanan menyetop seluruh permohonan perizinan pemanfaatan hutan yang tidak sesuai dengan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945.

Perubahan pendekatan pascabencana kali ini bukan hanya soal bantuan dan hunian sementara, tetapi juga menunjuk penyebab musibah dan memulihkan hutan secara tegas.

Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa mayoritas daerah aliran sungai (DAS) di Sumatera kini dalam kondisi kritis.

Tutupan hutan alam tersisa hanya 10–14 juta hektare atau kurang dari 30 persen luas Pulau Sumatera.

DAS Batang Toru di Sumatera Utara kehilangan 70 ribu hektare hutan sejak 1990, menyisakan 167 ribu hektare hutan alam atau hanya 49 persen.

Sisanya telah dikuasai industri seperti tambang, sawit, dan proyek PLTA Batang Toru, yang mengancam habitat orang utan Tapanuli.

Hulu sungai berubah menjadi lahan pertanian kering, hilir menjadi kawasan industri, sementara hutan hanya tersisa di bagian tengah DAS.

Pada 23 September 2025, dalam Sidang Majelis Umum PBB, Presiden Prabowo menyampaikan komitmen reboisasi besar-besaran seluas 12 juta hektare.

Program tersebut menjadi bagian dari upaya menghadapi perubahan iklim, mencegah bencana, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui kehutanan produktif.

Reforestasi akan dilakukan dengan pendekatan multiusaha, yakni menggabungkan fungsi ekologis dan nilai ekonomi.

Jenis tanaman yang ditanam antara lain: trembesi, mahoni, kulim, sengon, aren, pulai, jengkol, petai, dan durian.

Bibit ditanam di sentra pembibitan Taman Nasional Tesso Nilo, menggantikan perkebunan sawit yang ditebang.

Pemerintah juga berdialog dengan masyarakat sekitar agar turut menanam pohon berkayu kuat seperti ulin di kebun mereka sendiri.

Ketegasan Presiden memberi harapan baru bagi warga Sumatera yang masih membersihkan sisa lumpur banjir di rumah mereka.

Diharapkan, ke depan hujan deras kembali menjadi berkah penyubur tanah, bukan pemicu bencana akibat hutan yang dilukai manusia.

Penulis :
Gerry Eka