
Pantau.com - Partai Gerindra angkat bicara soal pertemuan antara Waketum Demokrat Syarief Hasan dan Presiden PKS Sohibul Iman yang membahas tentang poros ketiga di Pilpres 2019.
Menurut Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan pertemuan itu sesuatu hal yang wajar dan partai berlambang burung Garuda itu mengaku tetap menghormatinya.
"Kita menghormati dalam suasana menjelang pilpres ini semua partai membangun silahturahmi, termasuk kemungkinan ada poros kedua ada poros tiga itu kita hormati kita tidak bisa mengintervensi mencampuri atau menghalangi apalagi membatasi partai lain untuk bertemu bersinergi," ujar Riza di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/4/2018).
Wakil Ketua Komisi II DPR itu juga mengaku partainya tidak merasa khawatir rencana koalisinya akan di goyang Demokrat, Ia justru mengaku tetap optimis PKS akan tetap merapat ke partai besutan Prabowo Subianto itu.
"Kita enggak pernah takut justru kita menghargai menghormati, inilah bentuk demokrasi bangsa kita, kita menghormati semua pimpinan partai semua elit politik membangun silahturahmi bersinergi positif," tutur Riza.
Baca juga: Bantah Goyang Koalisi PKS, Roy Suryo: Demokrat Itu 'Next Leader'
Riza mengetahui pembicaraan itu untuk menjajaki poros ketiga yang akan menyaingi Prabowo dan Jokowi di Pilpres mendatang, tapi kata Riza ia tetap meyakini dalam kontestasi memperebutkan kursi nomor satu di Indonesia hanya akan ada dua poros yakni Prabowo dan Jokowi.
"Faktanya pada akhirnya (partai) harus memutuskan, kami masih optimis sampai hari ini, sekalipun ada poros ketiga tapi berkeyakinan pada pilpres 2019 ini tetap ada dua poros," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera membenarkan Waketum Demokrat Syarief Hasan mengunjungi DPP PKS dan membicarakan tentang peluang poros ketiga, serta mengajak PKS untuk bergabung, namun ditolak.
"Iya, (Syarief tanya) bisa enggak (bentuk poros ketiga), PKS jawab ya kita sudah bersama Gerindra, tetapi komunikasi tetap jalan terus," ujar Mardani saat dikonfirmasi di tempat yang sama.
- Penulis :
- Dera Endah Nirani