
Pantau.com - Dari sekian banyak persoalan yang mengiringi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 9 Desember 2020, isu politik uang atau money politics selalu mengemuka dan menjadi bahasan hangat.
Meskipun politik uang merupakan isu lama, tetapi selalu menarik perhatian di setiap pilkada. Bahkan sebelum ada pemilihan secara langsung oleh rakyat pun telah ada isu tersebut.
Banyak aturan yang melarangnya, namun kasusnya selalu muncul. Hanya saja membuktikannya secara hukum tak semudah yang dibayangkan.
Pilkada di 270 kabupaten, kota dan provinsi tinggal sekitar 2,5 bulan akan segera digelar secara serentak di Indonesia. Semula pilkada akan disenggarakan 23 September, namun dengan pertimbangan adanya wabah virus corona (COVID-19), akhirnya ditunda hingga 9 Desember mendatang.
Baca juga: Potensi Klaster Baru COVID-19 vs Proses Demokrasi Bernama Pilkada Serentak
Beberapa pihak menyarankan jadwal pencoblosan pilkada ditunda lagi mengingat hingga sekarang wabah masih marak dengan korban terus bertambah setiap hari. Di antara korban terpapar virus ini adalah Ketua KPU Arief Budiman, sejumlah penyelenggara pilkada anggota KPU di daerah, serta calon kepala daerah.
Namun pemerintah dan KPU hingga kini belum memberi sinyal untuk menunda kembali. Harapannya pada saat pencoblosan nanti, virus corona jenis baru tersebut sudah bisa dikendalikan sehingga pilkada serentak 2020 dapat berproses.
Dalam konteks pemenangan calon dalam pilkada inilah, setiap kubu pasangan calon sedang menyusun strategi. Dari cara berkampanye, mendulang suara hingga logistik.
rn- Penulis :
- Widji Ananta