HOME  ⁄  News

Revisi UU Kementerian Negara Bukti DPR Jadi Abdi Penguasa

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Revisi UU Kementerian Negara Bukti DPR Jadi Abdi Penguasa
Foto: Gedung DPR RI.

Pantau - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengkritik DPR RI terkait pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 

Lucius menilai, tindakan ini menunjukkan bahwa para anggota parlemen lebih mengabdikan diri pada kepentingan elite.

"Yang jelas DPR kali ini memang memperlihatkan betapa peran legislasi mereka lebih banyak atau bahkan hampir semuanya diabdikan untuk kepentingan elite saja," ujar Lucius saat dihubungi, Rabu (15/5/2024).

Lucius menuturkan, dari sisi legislasi untuk tujuan terciptanya bonum commune, tindakan DPR ini dapat dikatakan tidak etis karena tugas legislasi seharusnya dilakukan untuk kepentingan rakyat. 

"Legislasi itu untuk rakyat atau untuk kepentingan bersama, bukan segelintir kalangan pejabat saja," tegasnya.

Ia menjelaskan, kebutuhan penambahan kementerian adalah milik pemerintahan mendatang, sehingga kerja DPR saat ini tampak lebih mengarah pada kepentingan penguasa yang akan datang. 

Lucius mencurigai revisi UU Kementerian Negara ini terkait dengan wacana presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40.

"Kalau saja revisi UU Kementerian Negara didahului dengan studi serius mengenai evaluasi dan peta kebutuhan di kabinet dan di masyarakat, mungkin kita bisa menganggap revisi ini dilatari oleh munculnya sebuah tuntutan kebutuhan bangsa," jelas Lucius.

Menurut Lucius, misi rekonsiliasi pemerintahan mendatang tampaknya ingin mengakomodasi semua partai politik dan kekuatan politik, yang berarti membuka ruang kementerian dengan jumlah yang lebih banyak. 

"Ini benar-benar akan menjadi senjata Presiden untuk leluasa membagi-bagi kursi kabinet bagi mereka yang mendukungnya. Untuk kepentingan Presiden itu sajalah urusan revisi UU Kementerian Negara ini, enggak lebih," pungkasnya.

Penulis :
Aditya Andreas
Editor :
Muhammad Rodhi

Terpopuler